METAL LOVE
Karya : Muhammad Reza Faisal
1. Hari
Yang Sial.
Biasanya kalau hari pagi senin semua orang pada sibuk
berangkat ke kantor ataupun kuliah, lain halnya dengan Refan. Dia masih saja
“bermesraan” dengan bantal gulingnya. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00, tapi
dia masih saja belum beranjak dari tempat tidurnya.
“Refan… kamu gak kuliah hari ini?” terdengar suara nyokap
dari luar kamarnya.
“Oh iya….”
Refan segera meloncat dari tempat tidurnya dan bergegas
menuju kamar mandi, nyokap terkejut melihat kelakuan anak satu-satunya itu.
“Itu ada nasi goreng kalau kamu mau sarapan” seru nyokap
mengingatkan.
“Oke Ma..” kata Refan. Langsung diguyur tubuhnya yang
spontan menggigil karena menerima air yang cukup dingin.
Setelah mandi Refan berlari kecil kamarnya, dikenakannya
baju yang terdekat untuk diraihnya. Dia sebenarnya lupa apakah baju itu sudah
dicuci atau tidak.
“Gak sarapan dulu?”
“Gak Ma, udah telat”
Buru-buru dia memacu motornya. Dengan kecepatan yang
lumayan tinggi tak sengaja dia menorobos lampu merah. Ditengoknya kebelakang
lewat kaca spion motornya ternyata ada dua orang polisi mengejarnya. Dia tak
ada pilihan lain selain menepi.
“Permisi pak, anda bisa memperlihatkan surat-surat
kendaraan anda?” kata salah satu Polisi.
“Ini pak” kata Refan seraya menyerahkan SIM dan STNK.
“Apakah anda tau kesalahan anda?” tanya salah satu
Polisi tersebut.
“Eemm… apa ya pak?” kata Refan pura-pura gak tau.
“Anda tadi menerobos lampu merah, karena itu anda saya
tilang” kata Polisi yang satunya lagi.
“Jadi apakah saya dihukum atau apa pak?” tanya Refan
memasang muka bego.
“Anda kami kenakan denda sebesar 150 ribu” kata Polisi
tersebut.
“Waduh.. mahal amat pak??” Refan tekejut sekaligus
cemas apakah dia punya uang sebanyak itu.
Kedua polisi tersebut sedang sibuk mencatat surat
tilang dan diserahkan kepada Refan. Refan hanya menggaruk kepala akan hal itu,
dia sudah terlambat berangkat kuliah dan sekarang ada “acara” kena tilang pula.
Dichecknya uang dalam dompetnya. Ada! Uang dalam dompetnya sebanyak 165 ribu.
“Ini pak” kata Refan menyerahkan uang tilang tersebut
dengan pasrah.
“Lain kali kurangi kecepatan anda dan jangan lagi
menerobos lampu merah” kata kedua polisi itu memperingatkan.
“Iya pak” kata Refan lemas.
Kedua polisi itu langsung meninggalkan Refan yang
sedang lemas karena sudah kehilangan uang 150 ribu secara percuma. Percuma? Dia
kan kena tilang. Hahaha.
Dilanjutkannya perjalanan menuju kampus, sesampai
disana dia langsung berlari menuju kelas. Dilihatnya Pak Norman sedang
menjelaskan mata kuliah. Refan memasuki ruang kuliah dengan cara
mengendap-ngendap.
“Hey! Ngapain kamu?” bentak Pak Norman.
“Maaf pak, saya telat”
“Kenapa kamu telat?” introgasi Pak Norman.
“Anu Pak… tadi saya kena tilang” jawab Refan
sejujurnya.
“Apa? Kena tilang? Mahasiswa apaan kamu ini? Hari gini
masih aja kena tilang!” omel Pak Norman.
Refan cuman terdiam sedangkan satu ruangan tertawa.
Ini bukan pertama kalinya Refan terlambat, sudah sering sekali dia terlambat.
Mungkin karena hari senin Refan begitu malas untuk bangun pagi. Tapi ini
pertama kalinya dia memakai alasan kena tilang.
“Iya pak, saya minta maaf” kata Refan menundukkan
badan menunjukkan rasa hormat yang sebenarnya mencari kebaikan hati Pak Norman.
Pak Norman itu terkenal dengan toleransinya terhadap mahasiswa, beliau memahami
kesibukan mahasiswa. Tapi lain cerita denga Refan, mungkin beliau sudah bosan
dengan rutinitas terlambatnya Refan.
“Udah, langsung duduk aja kamu… di depan” perintah Pak
Norman.
Refan langsung menuju bangku terdekat, disampingnya
duduk seorang cewek berbaju biru berlengan pendek dan memakai jam tangan
berwarna putih keabu-abuan. Cewek itu memandang sinis kepada Refan. Tapi bukan
Refan namanya kalau gak cuek. Dia gak pernah perduli dengan keluhan orang-orang
sekitar terhadap dirinya. Baginya dunia ini gak punya cukup waktu untuk memperdulikan
orang lain. Itulah alasan cowok berambut hitam bergelombang itu menjadi
penyendiri.
Baru 15 menit perkuliahan berlangsung. Pak Norman
menutup mata kuliah untuk hari itu. Refan kaget, ternyata dia melewatkan banyak
sekali perkuliahan hari itu.
“Makanya, jangan suka telat” kata cewek disampingnya
tersebut.
Refan tersenyum sinis mendengar itu.
“Enita, who’s care?” jawab Refan cuek.
Cewek yang bernama Enita itu langsung menjauh
meninggalkan Refan dengan sikap judes. Refan hanya tertawa kecil melihat
tingkah teman satu SMU-nya itu. Refan dan Enita sudah sejak lama kenal, mereka
dulu satu sekolah di SMU 35. Satu kelas pula. Tapi Refan tak pernah
memperdulikan cewek tersebut dan begitu pula dengan Enita. Mereka diciptakan Tuhan
memang hanya untuk saling memusuhi.
“En, kamu punya waktu gak sore ini? Kata Gadis menyapa
Enita.
“Eh.. enggak juga, emang kenapa?” sahut Enita kepada
sahabatnya itu.
“Gue mau ke mall, gue mau beli sepatu baru.”
“Oke.”
Sedangkan Refan sudah berada di koperasi kampus untuk
membeli sebungkus rokok. Dinyalakannya sebatang dan disetelnya lagu The
Unforgiven miliknya Metallica. Dengan volume keras dinikmatinya gebrakan Lars
Cs. dengan headset yang terpasang rapat ditelinga. Berhubung uangnya tinggal
sedikit dibatalkan niatnya untuk makan dikantin dan menenangkan keroncongan
perutnya dengan asap rokok dan air mineral. Dilihatnya dari jauh Enita dan
Gadis sedang cekikikan melihat dirinya dan mengejeknya dari jauh. Spontan Refan
naik pitam, tapi dia tidak merespon karena baginya hari ini sudah cukup sial
baginya. Sudah kena tilang, kena marah dosen, dipermalukan lagi. Dia hanya
menenangkan diri dengan lagu-lagu cadas Metallica full album hari itu.
menurutnya gak ada yang mengerti dia selain musik. Karena itu dia selalu saja
meluangkan waktu walaupun satu menit untuk mendengarkan musik.
“Woy!” kata Eko menyadarkan Refan dari lamunannya “Ke
kantin yook”
“Males, gue udah kenyang”
“Jangan bohong deh, kata lu tadi kena tilang, lu pasti
sekarang lagi gak punya uang”
Refan hanya diam.
“Tenang.. gue yang traktir.. oke?”
“Entar aja deh.. gue lagi malas jalan”
“Ya udah.. gue ke kantin dulu ya”
Dilihatnya punggung Eko yang semakin menjauh,
sebenarnya dia benar-benar kelaperan waktu itu. Tapi dia gak terbiasa ditraktir
orang lain. Bukannya gengsi atau apa. Cuma dia sudah terbiasa dengan teori
bisa-sendiri nya itu. Dia juga gak pernah lagi meminta uang dari nyokapnya dan
memilih untuk bekerja sebagai satpam di salah satu Plaza di Banjarmasin. Dengan
gaji sekitar 600 ribu perbulan dia bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Meskipun untuk biaya kuliah dia masih minta bantuan sama nyokapnya. Tapi dari
lubuk hatinya dia bertekad untuk membiayai kuliah dengan uangnya sendiri.
2. Keberuntungan
Sepulang kuliah terlihat jelas wajah Refan pucat pasi
karena belum makan. Dia melangkah gontai menuju kamar dan langsung
menghempaskan diri di ranjangnya.
“Refan?”
“Kenapa Ma?” kata Refan lemas.
“Kamu gak apa-apa nak? Kamu sakit?”
“Refan gak apa-apa kok”
“Kalau mau makan, itu ada mama belikan sate kesukaan
kamu”
Refan segera beranjak menuju dapur, dilihatnya ada
bungkusan plastik warna hitam. Dibukanya bungkusan itu dan dilihatnya sate
seperti yang dikatakan nyokap. Langsung saja dilahapnya sate tersebut tanpa
belas kasih. Setelah cukup kenyang wajah Refan terlihat segar kembali. Dia
menyesal menolak tawaran Eko untuk mentraktir dirinya sewaktu di kampus.
“Kalau gak ditilang polisi gak bakalan kelaperan kayak
gini gue” gumamnya.
Setelah makan malam Refan langsung menuju tempat
kerjanya sebagai satpam. Sesampai disana langsung dikenakan seragam satpamnya
dan langsung berkeliling plaza untuk melihat-lihat keadaan. Tanpa sengaja dia
bertemu dengan Enita dan Gadis didekat butik.
“Lu kerja disini ya?” kata Enita bernada mengejek.
“Bukan urusan lu” kata Refan berusaha menjauh.
“Ternyata si tuan gengsi ini kerjanya sebagai satpam
ya? Hihihi” kali ini Enita benar-benar mengejeknya.
Refan langsung saja naik pitam. Belum sempat Refan
melancarkan balasan. Terdengar teriakan dari kejauhan.
“COPPPEEETTT!!!” seru salah satu ibu-ibu sambil
menunjuk lelaki kurus berlari dengan sangat cepat.
Spontan Refan langsung mengejar pencopet tersebut
bersama satpam yang lainnya. Dengan cekatan pencopet itu menghindari
orang-orang yang mencoba menghalanginya. Refan cukup kewalahan mengejar
pencopet itu. pencopet itu melewati toko olahraga dengan belari sangat cepat.
Ketika berada didepan toko olahraga tersebut Refan langsung mengambil bola
basket dan langsung melemparnya kearah pencopet tersebut. Dan KENA! Tepat pada
bagian kaki sehingga pencopet tersebut langsung terpeleset. Dengan sigap para
satpam yang lain menyergap pencopet tersebut.
“Hebat kamu nak!” puji salah satu pengunjung Plaza
tersebut.
Refan hanya terdiam menahan senyum bangganya. Sebenarnya
itu semua cuman sekedar keberuntungan. Refan tak punya keahlian sama sekali
dalam olahraga. Namanya juga panik, semua hal yang kita lakukan selalu saja tak
terduga. Untung waktu Refan gak berdiri didepan toko elektronik. Entar bukan
bola basket yang dilempar, malah televisi yang dilemparkannya.
“Hebat sekali kamu, kamu bisa memikirkan hal itu dalam
keadaan seperti itu” puji Manajer Plaza.
“Terima kasih pak” kata Refan sedikit bangga.
“Selama kamu bekerja disini, saya lihat kamu selalu
tepat waktu tiba disini, bekerja cukup serius, dan pulang selalu saja paling
akhir.” Puji Manajer lagi.
“Saya hanya menjalankan tugas pak”
“Saya beri kamu kenaikan gaji, bulan ini gaji kamu
mencapai satu juta. Artinya kamu sudah senior disini.”
“Beneran pak?” kata Refan gak percaya.
“Kamu gak mau?” kata Manajer itu bersikap sedikit
angkuh.
“Mau pak… saya mau” Refan semangat mendengar hal itu.
“Baiklah, kalau begitu kamu harus lebih rajin bekerja
disini, paham?”
“Paham pak” sahut Refan mantap.
“Oke, sekarang lanjutkan pekerjaan kamu” kata Manajer
tersebut sambil menepuk pundak Refan dengan bangga.
“Siap pak!” Refan benar-benar berapi-api menjawabnya.
Manajer tersebut tersenyum melihat tingkah anak muda itu.
“Yessss!” teriak Refan gembira. Tak disadarinya bahwa
orang-orang sedang menatapnya. Dia hanya mengangguk malu ketika menyadari hal
itu.
Enita dan Gadis langsung mendekati Refan.
“Keren banget lu, bisa menjatuhkan orang hanya dengan
satu lemparan aja” puji Enita.
“Iya, gue tadi takjub melihatnya… jarang-jarang ada
kejadian seperti itu” Gadis menambahkan.
“Kalau kalian yang kena copet, pasti gue biarin aja”
kata Refan cuek.
“Yeeee…” kata kedua cewek itu serempak.
“Gak adil, kita kan teman.” Kata Gadis.
“Siapa bilang?” Refan langsung menjauh dan kembali
mengawasi keadaan sekitarnya.
“Apa gue bilang? Refan itu gak ada baik-baiknya” kata
Enita pada Gadis.
“Tapi En, dia kan tadi yang nangkep pencopet tersebut”
bela Gadis.
“Dia cuman ngelempar bola dan gak sengaja kena, itu
cuma keberuntungan Dis..” Enita masih kuekueh dengan pendapatnya.
“Bener juga sih.”
Gadis percaya bahwa Refan itu orangnya baik, tapi
menurutnya Refan itu hanya bersikap terlalu tertutup sehingga orang sulit untuk
mengenalnya.
“Udah, kita pulang aja, udah malem nih” Enita
menyudahi perdebatan tentang Refan yang menurutnya gak penting banget.
3. Becarefull For Everything That You Says.
Paginya Refan senyum-senyum karena kenaikan gajinya
tersebut.
“Kenapa sih anak mama ini? Ceria banget pagi ini?”
kata nyokap keheranan.
“Gak apa-apa kok Ma..”
“Kamu jatuh cinta ya?” goda nyokap
“Apa? Enggak kok”
“Terus apaan?”
Karena terus digoda akhirnya Refan menceritakan
kejadian waktu di Plaza. Nyokap serentak gembira mendengar kabar itu.
“Kalau bapak disini, dia pasti bangga ama kamu nak”
“Iya, tapi bapak masih di Malaysia kan”
Bokap Refan bekerja sebagai TKI di Negri Jiran
Malaysia. Sudah sepuluh tahun bokap Refan gak pernah lagi pulang, menurut kabar
yang didengarnya, bokapnya sudah mempunyai istri baru disana dan langsung
mengganti kewarganegaraannya tanpa bilang sama dia maupun nyokap. Itulah
sebabnya Refan memilih untuk bekerja dan gak mau menyusahkan nyokapnya yang
bekerja sebagai guru SD.
“Udah Ma, Refan mau berangkat kuliah dulu.
Assalamualaikum”
“Walaikumsalam. Hati-hati ya”
Nyokap sebenarnya sedih akan hal yang baru dibicarakan
tadi. Dia sangat kecewa ketika mengetahui bahwa ayahnya Refan menikah lagi di
Malaysia. Dia mengetahui kabar itu dari tante Ani temen nyokap sejak kecil yang
anaknya kuliah disana. Berdasarkan info dari anaknya tante Ani, ayahnya Refan
sudah menikah dan mempunyai dua orang anak. Semua itu bertambah meyakinkan
dengan adanya foto yang dikirimkan oleh anak tante Ani lewat E-Mail. Dan hal
itu bertambah berat ketika pertama kali mengatakannya kepada Refan. Waktu itu
Refan marah besar dan hampir saja memutuskan untuk meninggalkan rumah dan
mencari ayahnya. Tapi niat itu dibatalkannya karena dia gak mau nyokapnya
khawatir dengannya. Itu juga merupakan salah satu alasan kenapa Refan begitu
tertutup dengan orang lain. Dan tak ada satupun teman-teman kampusnya
mengetahui hal itu. Baik Eko, Enita, maupun Gadis.
Di kampus Refan kaget karena teman-temannya
memanggilnya satpam. Tak bisa dielakkan, bahwa yang menceritakan hal itu adalah
Enita dan Gadis. Mereka memberitahu semua teman-teman yang dikenalnya bahwa
Refan adalah seorang satpam. Refan sudah menutup identitas itu rapat-rapat,
agar reputasi gak jelek didepan teman-teman kampusnya yang tergolong sebagai
mahasiswa kaya. Hanya Refan yang ekonomi keluarganya paling rendah dari semua
teman-temannya. Sebenarnya semua itu adalah kerjaan Enita, sedangkan Gadis
hanya ikut-ikutan. Tapi kebanyakannya Gadis lebih memilih diam.
“Permisi Pak satpam, saya boleh duduk disini gak?”
goda Eko.
“Eko, gue sebenarnya gak apa-apa kalau kalian disini
tau pekerjaan gue, tapi yang gak gue suka cara kalian memanggil gue. Oke?”
“Iya dehh.. sorry sorry”
Refan diam menahan amarahnya, dia sangat tersinggung
dengan ejekan teman-temannya. Belum kelar ejekan “anak TKI” kepadanya, datang
lagi ejekan baru. Refan ingin sekali membalas perbuatan Enita dan semua orang
yang mengejeknya.
“Lihat aja nanti! Gue yang bakalan yang menertawakan
kalian!” gumamnya dalam hati.
“Ref?”
“Kenapa?”
“Kita ke kantin aja yook, sekedar mengisi perut nih”
Eko mencoba mencairkan suasana.
“Gue males, sama aja gue minta diri gue untuk dihina
lagi” muka Refan memerah menahan amarah.
“Eeemm… tenang aja, mereka gak bakalan berani kok” Eko
sedikit ragu.
Refan diam.
“Ayolahh”
Refan pun langsung berdiri tanda mengiyakan ajakan
Eko, melihat hal itu Eko langsung aja semangat.
“Kalau ada yang berani menghina lu lagi Ref, kita
gebukin aja tuh orang” kata Eko berapi-api.
Refan cuman nyengir aja mendengar hal itu. Gak mungkin
banget dia melakukan hal itu. Kalau melakukannya, sama saja dengan Drop Out!.
Kantin terlihat penuh, hanya beberapa ruang kosong
buat mereka berdua. Refan dan Eko langsung menuju kantin yang cukup kosong.
Kantin yang sedikit itu tandanya kalo gak makanannya gak enak, ruangannya
kotor, atau penjaganya gak ramah. Tapi kali ini mereka mendapatkan ruangan yang
terbilang kotor dari kantin-kantin yang lain. Eko langsung memesan Es Cappucino
sedangkan Refan memesan segelas Es Teh.
Enita Cs. yang berada di kantin sebelah melihat Refan
dan Eko yang sedang mengobrol.
“Eko?”
“Iya, kenapa En?”
“Kok lu mau sih gabung sama satpam itu? tempatnya
kotor lagi. Lebih lu gabung ama kita-kita aja, iya enggak” Teman-teman Enita
mengiyakan dilanjutkan dengan tawa yang keras.
“Enggak, gue disini aja” jawab Eko santai.
“Si satpam itu gak selevel lagi sama lu, lu kan anak
orang kaya, kok mau-maunya sih temenan ama anak TKI kayak tuh anak?” ejek
Enita.
Eko hanya nyengir, sedangkan Refan menahan amarah.
Semua orang yang berada didekatnya sedang menatapnya dengan pandangan sinis.
Memang sulit jika kamu berstatus menengah kalau berada dikawasan elit.
“Oh ya Ko, entar kalau gue pulang, gue boleh gak nyewa
pengawal lu itu… biar gak dicopet gituu” ejekan Enita semakin menjadi-jadi.
Kali ini Refan benar-benar tak bisa lagi menerima, dia
langsung berdiri.
“Ampun Pak, tolong jangan lempar bola basket sama saya
Pak” kata salah satu teman Enita diiringi gelak tawa yang lain.
“Denger ya! Jangan sementang-mentang lu anak orang
kaya…”
“Siapa suruh lu miskin?” potong Enita.
“Listen Mrs. Arrogant! Lu bakalan nyesal dengan
kata-kata lu! Gue sudah muak dengan hinaan lu yang sama sekali gak berkelas.
Memang ekonomi keluarga gue gak sehebat dengan lu! Tapi kami masih bisa
menghormati orang lain dan itu yang membuat kami lebih hebat dari kalian semua.
Dan lihat aja! Kalian semua bakalan memuja gue nantinya!” Refan benar-benar
lepas kendali, hampir saja dia memukul wajah Enita kalau gak dicegah Eko.
“Apa!? Gue bakalan memuja lu? Jangan ngarep ya! This
is a Reality World, and You Must Face IT!!!” tantang Enita gak mau kalah.
“BITCH!!!” umpat Refan langsung menjauh.
“What are you say?? Are calling me a bitch?” Enita
tersinggung mendengar kata-kata itu.
“No, I calling you a SLUTS!”
Wajah Enita langsung memerah. Dilancarkannya tamparan
keras tepat pada pipi kiri Refan.
“Lu seharusnya bersyukur karena lu dilahirkan sebagai
wanita! Kalau enggak lu bakalan nyesal seumur hidup lu. Pelacur!” Refan
langsung menjauh tanpa menghiraukan Enita yang hampir menangis karena hinaan
Refan.
Teman-teman Enita bingung harus melakukan apa, karena
mereka sangat menyadari bahwa yang memulai adalah Enita. Yang mereka lakukan
hanyalah menghibur Enita. Sedangkan Gadis terlihat sedih melihat kejadian itu.
Dia bingung harus menolong siapa, Enita adalah sahabatnya, sedangkan Refan
laki-laki yang disukainya. Dalam keadaan seperti itu Gadis hanya memilih diam
tanpa melakukan apapun. Dan Eko, setelah Refan menjauh, dia langsung mengejar
Refan setelah membayar minuman yang dibeli dia dan Refan.
“Santai aja bro, Enita emang kayak gitu” Eko mencoba
menenangkan Refan yang wajahnya merah padam karena saking emosinya.
“Oh ya, gue tadi sempet bicara ama Gadis, katanya dia
mau bicara ama lu”
“Mau ngapain tuh anak? Mau menghina gue lagi?” Refan
masih tidak bisa menenangkan pikirannya.
“Mungkin dia mau minta maaf karena kejadian itu
kali..”
Refan menarik napasnya dalam-dalam berusaha
menenangkan diri.
“Kapan?” kata Refan mulai tenang.
“Katanya pulang kuliah entar, dia nunggu diparkiran”
Refan mengangguk menyetujui.
4. Mau
Gak???
Refan langsung menuju parkiran, dilihatnya Gadis
berdiri disamping motornya. Dia langsung teringat bahwa Gadis ingin bicara
dengannya.
“Gue males membahas hal itu lagi” Refan langsung
membuka pembicaraan dengan sinis.
“Ref, gue bener-bener minta maaf atas kejadian tadi
siang, gue gak nyangka Enita menghina lu sampai segitunya” kata Gadis bernada
memelas.
“Seharusnya lu tegur dia, kenapa lu diam?”
“Gue… gue..”
“Apa?”
“Gue… gak..” Gadis terlihat ragu.
“Apanya?!” Refan mulai habis kesabaran.
“Gue gak berani Ref”
“Alasannya?”
“Karena… kare..na”
“Karena apa?”
“Tolong beri kesempatan untuk bicara” Gadis mulai
kesal kata-katanya selalu dipotong.
Refan diam memberikan isyarat kepada Gadis untuk
melanjutkan.
“Gue itu punya hutang sama dia Ref, sebanyak 15 juta
untuk pembayaran SPP selama 4 semester. Sebenarnya keluarga gue mampu untuk ngebayar
itu semua, tapi uang yang dikirimkan mereka selalu aja gue habiskan buat
belanja sama Enita, gue ini termasuk beruntung karena gak dikeluarkan. Gue gak
ada pilihan lain selain meminjam uang dengannya karena dia terbilang orang yang
sangat kaya. Jadi sekali aja gue menegur apalagi ngelawan dia. Riwayat gue
bakalan taman Ref! kalau dia sampai bilang hal itu sama orang tua gue, gue
bakalan disuruh pulang ke Sulawesi!” Air mata Gadis menetes menceritakan hal
itu.
Refan kaget mendengar hal itu, dia terdiam cukup lama.
Dia pikir cuma dia yang direndahkan oleh Enita, ternyata Gadis yang adalah
sahabat Enita sendiri mendapat perlakuan yang lebih parah dari Enita.
“Gimana cara lu ngebayar itu semua?” Refan berbalik
iba.
“Gue harus menghemat uang jajan gue, setiap kali gue
dikirimkan uang ama ortu gue, gue menyerahkan separo uang gue kepada Enita
untuk membayari utang-utang gue.”
Refan benar-benar takjub mendengar hal itu, dia
benar-benar kasihan sama cewek itu. Ingin sekali dia menolongnya, tapi apa
daya, dia juga bukan orang kaya. Apa yang bisa dia lakukan?
“Oh ya Ref, lu ada kegiatan gak hari minggu entar?”
Gadis mengalihkan topik.
“Siang atau malam? Kalau malam gue pasti gak bisa
karena.. lu tau sendiri.”
“Siang, pastinya… bisa gak?”
“Jam?”
“Pagi, sekitar jam 10 pagi”
“Emang mau kemana?”
“Udah, liat aja entar” Gadis tersenyum.
Refan gak bisa mengelak bahwa senyum Gadis waktu itu
manis sekali.
“Oke deh”
“Bagus kalau gitu, entar gue jemput ya?” kata Gadis
semangat.
“Enita gak ikut kan?”
“Pasti gak lah… tenang aja”
“Dan sekarang kenapa lu gak pulang sama Enita?”
“Gue bilang hari ini gue mau ujian perbaikan, gue
suruh aja dia pulang duluan.”
“Bagus kalau gitu”
Gadis tersenyum senang, Refan pun begitu.
Pada hari minggu, tak biasanya Refan bangun begitu
pagi. Biasanya bangun tidurnya paling cepet jam 11 atau kalau lagi
parah-parahnya sampai jam 3 siang. Itu karena pada malam minggu dia dapet job
sampai jam 4 pagi ngejaga Plaza. Tapi kali ini Refan memasang alarm pada jam 9
pagi. Apakah karena Gadis? Buenerr banget!
Selesai mandi Refan duduk santai diteras sambil
ngerokok nungguin Gadis. Selang setengah jam terlihat mobil Honda Jazz warna
perak menepi didepan rumahnya. Gadis keluar dengan pakaian yang bagi Refan
terlihat begitu menawan. Dengan T-Shirt warna putih polos, dipadu dengan mini
jacket yang berwarna hitam dan ditambah dengan celana jeans panjang berwarna
biru tua. Dilengkapi dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Sempurnalah Gadis
dimata Refan.
“Hi” Gadis menyapa lembut.
“Hi” Refan segera menyudahi lamunannya dengan membalas
senyum.
“Sorry ya kalau gue telat, tadi rada macet”
“Eh.. lu gak telat kok, tepat waktu malahan” Refan
mencoba bersikap setenang mungkin. Ini pertama kalinya ada seorang cewek yang
ngajakin Refan jalan. Refan memang gak pernah pacaran, dia melewati masa
SMU-nya hanya dengan belajar dan grup bandnya.
“Bisa berangkat sekarang?” Gadis mulai terlihat gak
sabar.
“Oh iya.. emang mau kemana?”
“Ada dehh”
Refan hanya tersenyum, dia gak mau merusak semangat
Gadis dengan pertanyaan konyolnya. Dia segera menuju mobil Gadis.
“Nih” kata Gadis menyerah kunci mobilnya.
Refan bingung ketika disodori kunci mobil.
“Lu bisa nyetir kan?”
“Oh… bisa bisa”
Refan beruntung sewaktu pertama kali menjadi satpam
diajari menyetir oleh para seniornya. Kata para seniornya seorang satpam itu
harus bisa menyetir seandainya ada tugas mendadak mengantar barang atau manajer
ke suatu tempat. Bukannya Plaza itu sudah mempunyai Delivered Boy? Emang, tapi
dengan satpam sebagai sopir kan berarti keamanan lebih terjamin.
Baru saja Refan dan Gadis mau memasuki mobil,
Nyokapnya Refan baru saja pulang dari pasar dan membawa barang belanjaan yang
cukup banyak.
“Eh.. mau kemana nih?” tegur Nyokap Refan.
“Mau jalan-jalan Ma..” Refan menyahut.
“Dan kamu?” Nyokap Refan mengarah kepada Gadis.
“Saya Gadis tante, teman Refan satu kampus.” Gadis
mencoba seformal mungkin.
“Kamu punya temen cewek ya Fan? Pacar kamu ya?” Goda
Nyokap.
“Ah Mama, bukan Ma… cuman temen”
“Temen apa temen???” Goda Nyokap.
“Temen..” jawab Refan sedikit gugup.
Gadis tersipu mendengar itu semua, dia sangat berharap
bisa menjadi pacarnya Refan, kalau bisa jadi istrinya sekalian. Karena
menurutnya Refan itu benar-benar berbeda dengan cowok lainnya. Refan jarang banget
terlihat ngobrol dengan cewek kecuali ada tugas kuliah. Dan gak pernah
melakukan kegiatan yang norak bareng temen-temen cowok yang lain. Hal itu cukup
membuat Gadis yakin bahwa Refan yang sangat cocok buat dia jadikan pacar.
Berdasarkan pengalamannya terdahulu, kebanyakan pacar-pacarnya terdahulu itu
selalu saja selingkuh.
“Emang ada apaan Ma? Belanjaannya banyak amat.. mau
bikin acara ya?” Refan bingung melihat belanjaan nyokapnya yang segambreng itu.
“Enggak, Cuma sekedar persediaan aja, biar gak capek
bolak-balik pasar lagi”
“Sini, biar Refan yang bawakan” Refan langsung
mengambil barang belanjaan nyokapnya tanpa menunggu nyokapnya mengiyakan.
“Kamu kan mau jalan-jalan?”
“Ah… cuman bawa barang ini doang kok, gak bakalan
bikin jalan-jalannya batal, iya kan Dis?
“Eh.. iya..” Gadis kagum melihat Refan. Jarang banget
lho ada anak jaman sekarang yang masih mau membawakan barang belanjaan
nyokapnya.
“Sebaiknya kamu masuk dulu deh, minum dulu sebentar”
ajak nyokap
Gadis hanya mengikuti sambil tersenyum tanpa menyahut.
“Kamu pasti tau kerjaan Refan kan?”
“Iya tante, saya pernah ketemu dia di Plaza”
“Refan cerita bahwa temen-temen dikampusnya sering
mengejek dia, itu bener gak?”
Gadis terkejut mendengar hal itu. dia bingung harus
bilang apa.
“Refan itu sulit sekali mempercayai orang lain,
semenjak dia mengetahui ayahnya menikah lagi di Malaysia. Dia mulai menutup
diri dengan orang lain. Oh ya.. Refan.. bikin minum ya?”
“Oke Ma” sahut Refan dari dapur.
“Dulu Refan itu anaknya periang, sewaktu ayahnya
berangkat ke Malaysia dia masih saja periang, tapi semenjak dia mengetahui
ayahnya menikah lagi dan tak akan pulang lagi, kepribadiannya langsung berubah.”
Gadis mendengarkan dengan seksama cerita nyokapnya
Refan.
“Oh ya tante, kenapa Refan sampai bekerja sampai jadi
satpam segala, sebenarnya tante ini termasuk berkecukupan lho” Gadis
menanggapi.
“Dia bilang gak mau menyusahkan ibu, dia bilang dia
ingin uang gaji ibu ini ditabung buat berangkat haji, jadi segala urusan biaya
hidup sampai biaya kuliahnya dia sendiri yang membiayai. Sebelum menerima
kenaikan gaji, dia masih aja sih minta sama ibu, walaupun uang yang dipintanya
itu gak pernah lebih dari 20 ribu rupiah. Sekarang dia sudah naik gaji, jadi
dia gak pernah lagi meminta sama ibu. Sebenarnya ibu sedih melihat Refan
mengorbankan masa remajanya untuk bisa memberangkatkan ibu pergi haji. Dia
bilang dia gak bisa tenang sebelum ibu bisa berangkat haji.”
Gadis terharu mendengar cerita dari nyokap Refan,
hampir saja menetes air matanya. Refan keluar membawa nampan berisi the manis.
“Sorry lama, tadi gue bingung nyari gulanya dimana”
kata Refan terkekeh.
Nyokap dan Gadis hanya tersenyum, melihat raut wajah
nyokap dan Gadis. Refan langsung menyadari bahwa nyokap telah menceritakan
dirinya kepada Gadis.
“Ma.. kenapa Mama cerita sih?” kata Refan memelas.
“Gak apa-apakan? Dia kan pacar kamu?” kata nyokap
santai.
“Gadis cuman temen Refan Ma..”
“Masa sih? Kalian gak pacaran ya?”
“Aduh Mama… berapa kali sih Refan bilang sih Ma?” kata
Refan menahan malu.
“Gak apa-apa kok, lagipula dia kan temen pertama kamu
yang kamu ajak ke rumah” senyum nyokap.
“Lu jangan cerita sama siapa-siapa ya?”
“Iya”
“Janji?”
“Janji”
“Nih minum dulu, baru kita berangkat”
Refan mengendarai mobil Gadis dengan kecepatan
standar. Dia hanya mengikuti intruksi Gadis kemana dia harus belok dan kapan
harus berhenti. Mereka berhenti didepan sebuah café. Refan terkejut melihat
café tersebut. Café itu merupakan tempat dia bersama grup bandnya manggung.
Mereka rutin manggung disana untuk mencari label yang mau bekerja sama dengan
mereka. Refan sebagai vokalis, gitaris, pencipta lagu serta leader dalam band
tersebut. Biasanya mereka manggung disana setiap hari minggu, dan hari itu adalah
hari minggu.
“Lu mau mesan apa?” tanya Gadis.
“Emmm… lu aja deh yang duluan”
“Saya mesan Es Cappucino dan kentang goreng ya mas”
kata Gadis pada Waiter yang sibuk mencatat pesanannya.
“Kalau mas? Mau pesan apa?” tanya waiter tersebut.
“Sama dengan dia”
“Baik mas, tunggu sebentar ya” kata waiter itu ramah
seraya menjauh.
“Lu suka itu juga ya?” tanya Gadis semangat.
“Gue cuman males mikir aja, jadi ngikutin punya lu
aja” jawab Refan sesantai mungkin.
“Ohh.. kirain”
Refan hanya tersenyum.
Beep beep. Handphone Refan berbunyi. SMS dari Dhani,
personil band dia.
‘lu dimana?
Kita hari ini jadi manggung kan?’
Refan segera membalas.
‘jadi, gue udah
ditempat’
Beep beep. Balasan SMS dari Dhani.
‘sip’
“Siapa?” Gadis penasaran.
“Temen”
“Isinya apa?”
“Gak apa-apa kok”
Refan sebenar bingung, dia sebenarnya gak mau Gadis
tau bahwa dia itu anak band. Tapi dia juga gak mau mengecewakan teman-teman
satu band dia. Akhirnya dia mengambil keputusan. Biarin aja Gadis tau, toh dia
udah tau sejarah kehidupan Refan, iya kan?
“Beneran, isinya apaan sih?” Gadis mulai bersikap
manja.
“Apaan sih, gue ini bukan pacar lu” Refan mulai risih
dengan sikap Gadis.
Gadis hanya diam, dia menyadari bahwa kata-kata Refan
itu benar. Tapi dia juga pengen Refan tau bahwa dia itu benar-benar ingin
menjadi pacarnya.
Mereka berdua hanya diam. Tak ada satupun yang membuka
pembicaraan.
“Ini mbak, mas” kata waiter menyerahkan pesanan kami
“saya mohon maaf kalau sedikit lebih lama”
“Oh gak apa-apa kok mas” kata Refan ramah.
Waiter tersebut menunduk badan tanda mohon diri. Refan
pun mengangguk mengiyakan. Gadis hanya terpaku menatap Refan. Dia benar-benar
gak salah perkiraan. Refan itu benar-benar baik menurutnya. Berdasarkan dari
cerita nyokapnya Refan dan melihat sikap Refan dalam menghadapi waiter tadi,
Gadis cukup yakin bahwa Refan itu orangnya baik. Kalau mantan pacar Gadis dulu
suka membentak dengan waiter. Refan itu beda. Itulah pemikiran Gadis terhadap
Refan. Dia sebenarnya bingung kenapa Enita sampai sebegitu jahatnya sama Refan.
Padahal Refan gak pernah berbuat salah sama Enita. But, whatever. Gadis gak
peduli dengan hal itu karena saat ini dia sudah berhadapan dengan orang yang
dicintainya itu semenjak semester 1 itu. Dan sekarang mereka sudah semester 5.
Gadis memang cukup lama menahan perasaan itu. Dia masih gak berani menyatakan
cintanya sama Refan, karena menurutnya seharusnya cowoklah yang harus
menyatakan cinta kepadanya. Bukan cewek.
“Hey, sudah disini ya? Siapa nih” kata seoran cowok
berperawakan tinggi memakai kaus Metallica memakai celana jeans pendek berwarna
hitam juga. Di belakangnya berdiri 2 orang cowok lagi, yang satu memakai kemeja
kotak-kotak berpadu dengan celana kain warna hitam dan yang satunya lagi
memakai kaos warna merah menyala dan celana jeans hitam.
“Temen”
“Pasti pacar lu nih. Iya kan?” kata cowok berbaju
merah.
“Iya nih, kalau bukan, gak mungkin lagu ciptaan lu
liriknya menyentuh semua” sahut cowok pake baju kemeja kotak-kotak.
“Bukan, dia cuman temen… kenalin namanya Gadis” Refan
memperkenalkan gadis.
“Dhani” kata cowok berbaju Metallica.
“Anton” kata cowok pake kemeja kotak-kotak.
“Daud” kata cowok yang berbaju merah.
“Gadis” Gadis memperkenalkan diri seraya menyalami
teman-teman Refan satu persatu.
“Lu pacarnya Refan kan?” tanya Anton mencoba meyakin
diri.
Gadis hanya tersenyum.
“Nah tuh kan iya” Anton langsung mengambil kesimpulan.
“Dia juga gak jawab, belum tentu kan?” Refan mencoba
berkilah.
“Liat aja, pesenannya sama.. duduk saling berhadapan,
terus sama-sama make baju putih lagi” Dhani memojokkan Refan.
Refan langsung terdiam, dia baru sadar bahwa baju yang
dipakainya sama warnanya dengan Gadis.
Mereka bertiga tertawa serentak, Refan hanya diam tak
berkutik, sedangkan Gadis senyum-senyum penuh harap.
“Udah, jadi gak nih? Kalau itu terus yang dibahas gue
pulang nih”
“Yahh.. Refan… gitu aja kok ngambek” Dhani berakting
manja seperti cewek.
“Jadi gak?” Refan mulai serius.
“Jadi” jawab mereka bertiga serempak.
“Emang mau ngapain sih?” Gadis mulai bingung
“Lihat aja nanti” kata Daud mengedipkan matanya.
“Lu mau ngapain sih Fan?”
Refan hanya diam dan mengisyaratkan untuk sit and watch.
Gadis memutar tempat duduknya melihat Refan. Dia
takjub melihat Refan dan temen-temennya naik keatas panggung.
“Kami dari Radical Band ingin membawakan beberapa
lagu, lagu pertama ini darinya Bruno Mars - Just The Way You Are.
Refan memainkan gitarnya diiringi Daud yang memainkan
keyboard. Musiknya di beri sentuhan jazzy hingga terdengar lebih menyentuh.
When I see your face
There’s not a thing that I
would change
Caus you’re amazing
Just the way you are.
And when you smile
The whole world stop and
stares for a while
Cause girl you’re amazing
Just the way you are.
Gadis terkejut ternyata suara Refan begitu merdu, dia
semakin tersipu karena sepanjang lagu Refan hanya menatap dirinya.
Selesai lagu tersebut, Refan kembali berbicara lewat
mic.
“Lagu ini adalah lagu ciptaan kami yang berjudul I
Stand Alone.”
I’m tired of that’s fact.
That was make me down and
drown.
But I stand alone by my
side.
Try to beat everything alone
and alone.
Gadis menyadari bahwa lagu itu menggambarkan kehidupan
Refan, dia melihat sosok Refan yang asli. Yang tegar dalam menghadapi masalah.
Gadis memang juga sedang menghadapi masalah. Tapi itu karena kesalahannya
sendiri, sedangkan Refan harus menerima kenyataan yang sebenarnya siapapun gak
bakalan ada yang mau menghadapi kenyataan tersebut.
Lagu ketiga dilanjutkan dengan lagu yang berjudul My
Whises.
I Wish I have one Love
I Wish I have someone care
about me.
I wish I have someone hear
my story
Oh God I wish You make this
true.
I wish I can make my mom
proud
And see her child growing
old
I wish she always be smile
Oh God I wish You make this
true.
Dilanjutkan lagu ketiga yang berjudul She So Beautiful
She so beatiful
And I fallin’ in love her
She so beautiful
I hope she will be mine
Forever.
Refan bersama bandnya membawakan sebanyak enam lagu.
Gadis begitu terkagum-kagum melihat penampilan Refan. Dia benar-benar tak
menyangka bahwa Refan mempunyai seni musikalitas yang sangat tinggi. Genre yang
dibawakannyapun bervariasi. Ada pop, rock, jazz, metal, bahkan musik klasik pun
dibawakannya. Gadis benar-benar terkesima. Dia bisa saja gak percaya kalau
seandainya bukan Refan yang manggung. Menurutnya Refan benar-benar bisa
bertahan lewat musiknya. Dia merasa lebih mengenal Refan yang ternyata sangat bertolak
belakang dengan sikapnya di kampus dan juga penilaian Enita.
“Gimana?” tanya Daud. “Penampilan kami bagus gak?”
“Gak!” kata Gadis mantap.
“Apa?” kata Refan, Dhani, Daud dan Anton hampir
bersamaan.
“Tadi itu gak bagus, tapi Luar Biasa” kata Gadis penuh
semangat.
Keempat cowok itu langsung menarik napas lega.
“Yang nulis liriknya siapa sih?” tanya Gadis.
“Nih” kata Dhani nunjuk Refan.
“Beneran?” Gadis setengah percaya.
“Ho oh, dia juga lho yang menyusun konsep musiknya”
Dhani menambahkan.
Refan hanya terdiam sambil menikmati Es Cappucino yang
sudah sedikit hambar karena es-nya sudah mencair.
“Oh ya Fan, gue duluan ya? Gue ada kerjaan nih” kata
Dhani menepuk pundak Refan.
“Iya nih, gue juga. Gue mau nganterin nyokap dulu”
Daud juga berpamitan.
“Oke, hati-hati bro” sahut Refan bersahabat.
“Oh ya Fan, karena Dhani dan Daud udah pulang, dan gue
disini gak mau ganggu kalian pacaran. Gue cabut dulu ya?” kata Anton menggoda.
“Iya iya” Refan menjawab sekenanya.
“See you bro, and Gadis, nice to meet you” Anton
beranjak pergi.
“Nice to meet you too” sahut Gadis.
Refan hanya melambaikan tangannya.
“Gue gak nyangka lho Fan, ternyata lu punya band ya,
suara lu merdu lagi”
“This is my life” Refan menjawab santai.
“Gue masih rada gak percaya lho, lu tadi keren banget”
kata Gadis begitu antusias.
“Kita bisa pulang sekarang gak? Gue gak enak ama
nyokap kalau jalan-jalan terlalu lama.”
“Oke… pelayan”
Waiter datang dengan ramahnya.
“Berapa?”
“Semuanya 30 ribu mbak”
Refan langsung menyerobot membayarnya. Gadis kaget melihat
tingkah Refan yang spontan tadi. Diserahkannya uang pecahan lima puluh ribu.
“Ambil aja kembaliannya”
“Makasih ya mas” kata waiter itu.
“Baik amat lu” kata Gadis keheranan melihat sikap
Refan sambil berjalan keluar.
“Gue cuman nyogok aja biar masih bisa tampil disana”
jawab Refan terkekeh-kekeh.
Gadis cuman tersenyum, dia yakin bahwa sebenarnya
Refan memang berniat memberi. Tapi yang selalu menjadi kendala bagi Gadis
adalah Refan selalu saja bersikap sebagai peran antagonis dalam kehidupannya
yang sebenarnya Refan adalah orang yang baik. Gadis hanya bisa mengambil
kesimpulan bahwa Refan tidak mau orang memujinya. Itu saja.
Di mobil Gadis berbicara panjang lebar mengenai
penampilan Refan tadi.
“Sumpah Fan, tadi keren banget”
“Biasa aja lagi”
“Seharusnya lu kirim demo lagu lu itu ke produksi
rekaman, biar bisa terkenal gitu”
“Sudah”
“Terus”
“Gak ada tanggapan”
Gadis mengangguk tanda memahami.
“Oh ya Fan, ada yang mau gue bilang sama elu”
“Apa?”
“Elu…kamu..mau.. gak jadi pacar gue?” Kata Gadis cepat
karena saking gugupnya.
“Apa?” Refan meminta untuk diulang.
Gadis menarik napasnya dalam-dalam.
“Lu mau gak jadi pacar gue?”
Ciiiitttt…. Refan ngerem mendadak.
“Refan!” kata Gadis ketakutan.
“Apa lu bilang?” kata Refan keheranan.
“Lu mau gak jadi pacar gue?” kata Gadis meyakinkan.
5. The
Dream Come True
Tiittt tiiittttt..
Refan segera menepikan mobil Gadis.
“Gue gak salah denger Dis?” kata Refan gak percaya.
Gadis hanya menggelengkan kepala.
Refan langsung tersandar di jok mobil. Dia masih gak
percaya apa yang baru saja dia dengar. Kalau diingat-ingat cuman Gadis
satu-satunya cewek yang baik sama dia. Sewaktu ujian final semester 1, Refan
benar-benar gak belajar tentang ilmu pendidikan. Gadis dengan baik hatinya
memberikan contekan. Juga saat ban motor dia bocor, Gadis juga yang memberikan
tumpangan agar dia gak terlambat berangkat kuliah. Juga sewaktu dia mau
mendaftar final, saat itu mahasiswa berebut mengambil formulir pendaftaran.
Gadis juga yang mengambilkan formulir buat dia. Dan yang baru saja terjadi,
Gadis juga mengetahui siapa dirinya dan cewek pertama yang datang kerumahnya.
Refan hanya tertunduk pasrah, dia bingung harus bilang apa.
“Refan, gue itu sebenarnya udah lama suka sama lu,
tapi gue gak berani ngungkapin perasaan gue sama lu. Semenjak semester satu gue
jatuh cinta pada pandangan pertama. Gue suka sikap tak acuh lu, gue juga suka
lu sinis sama cewek yang lain, dan ketika lu mau gue ajak jalan. Gue
benar-benar merasa the special one” Gadis menarik napasnya pelan-pelan ”tau
gak, gue ini udah melanggar prinsip gue yang seharus lu yang nembak gue, bukan
gue yang nembak lu. Tapi gue bosan harus menunggu lagi Fan… Gue udah lakukan segala cara untuk menarik
perhatian lu, tapi lu gak mau naruh perhatian sama gue, sebenernya gue sedih
akan hal itu. tapi gue gak mau nyerah gitu aja. Gue nunggu dua tahun dan
ternyata lu gak merespon sama sekali. Gue coba berpacaran dengan cowok lain,
itu gue lakukan agar lu cemburu. Tapi nyatanya lu tetep aja gak ada tanggapan.
Gue bingung harus melakukan apa. Tadi malam gue bener-bener gak bisa tidur
karena kepikiran elu Fan.. Gue… gue… gue benar-benar cinta sama lu”
Refan terhenyak mendengar kata-kata Gadis yang
dilontarkan dengan panjang lebar. Sebenarnya dia juga suka sama Gadis, tapi dia
selalu berusaha menolak perasaan itu. Tapi kali ini gak bisa lagi menolak.
Dipandangnya wajah gadis berambut panjang itu. Dengan tatapan mata yang penuh
cinta Refan memandang sosok cewek menunjukkan kerapuhan kepadanya.
“Dis…” suara Refan terdengar berat.
Gadis menatap Refan dengan penuh harap.
“Welcome to my life” kata Refan tulus.
Gadis langsung memeluk Refan yang hanya terdiam dan
menerima pelukan itu. Hangat. Itulah yang dirasakan Refan dalam pelukan Gadis.
Inilah pertama kalinya seorang cewek memeluknya, dirasakannya degup jantung
Gadis yang cepat namun berirama. Dia letakkan lengannya di pinggan Gadis.
Dipeluknya dengan erat dan berharap tak akan pernah terlepas.
“I Love You” kata Refan lirih.
“I Love You too”
Gadis melepaskan pelukannya, sebenarnya Refan masih
ingin dipeluk lebih lama. Tapi dia hanya menuruti kehendak Gadis.
“Makasih ya Fan”
Refan hanya bisa tersenyum.
“Ini benar-benar hari yang paling indah dalam hidup
gue”
Refan membalasnya dengan satu kecupan yang mendarat
dipipi Gadis. Wajah Gadis langsung merona ketika menerima ciuman itu.
“Ih, gombal deh” canda Gadis.
Refan tertawa kecil mendengar itu. Tawa yang
benar-benar bahagia. Sebuah tawa yang tak akan pernah dilupakan oleh Refan
sepanjang hidupnya.
God make his wishes come
true!
6. Perjanjian.
Pada malam harinya mereka berdua ngobrol lewat telpon.
“Sayang, elu ultahnya kapan?”
Refan masih kurang terbiasa dengan pangilan “Sayang”
kepadanya. Tapi dia harus ingat bahwa dia sekarang sudah berpacaran.
“30 Oktober, kalau elu?”
“Beneran Say? Kalau gue ultahnya tanggal 27 Okober”
“Berarti tuaan kamu dong.. hahaha”
“Cuman tiga hari kok”
“Oh ya Gad.. Say, ada yang mau gue bilang sama lu”
“Apaan?” kata Gadis terdengar manja.
“Gue sebenarnya mau minta maaf, lu ini sedang
berpacaran dengan seorang satpam. Dan gue juga minta maaf kalau gak bisa
malming layak orang pacaran lainnya karena gue harus kerja”
“Santai aja lagi, lagian malming bukan hari special
juga kok, hari-hari yang lain juga bisa kok”
Refan cukup lega mendengar hal itu.
“Oh ya, gimana kalau Enita tau hal ini?”
“Hadepin aja”
“Emang elu gak takut?”
“Kan ada kamu…”
“Oh iya ya…”
“Maaf ya Say, udah malem nih. Ngantuk…” manja Gadis
“Good night and have a nice dream”
“Good night”
Refan langsung terlelap dengan tenang. Dan dia yakin
malam ini dia akan bermimpi indah.
Benar saja. Paginya Refan bangun dengan perasaan yang
berbeda. Tak ada lagi perasaan takut akan hinaan orang lain, tak ada lagi
perasaan sedih yang menjerat hatinya begitu lama. Dia begitu bahagia, dia
merasa terlindungi.
Refan langsung aja mengambil apel yang berwarna hijau.
Digigitnya dengan penuh makna. Gak pernah dia merasakan apel seenak ini.
“Ceria amat” kata nyokap keheranan.
Refan hanya tersenyum tertunduk. Dia gak mau nyokapnya
mengetahui perasaannya saat itu. Perasaan cinta yang begitu hebat berpesta
dalam hatinya.
“Kemaren kamu ceria karena naik gaji, kalau sekarang
apa ya? Kamu jatuh cinta ya?” nyokap menebak penuh semangat.
Refan gak menyahut, dia hanya mengedipkan mata tanda
mengiyakan.
“Siapa sih pacar
kamu Fan? Gadis ya?”
Refan mengangguk malu.
“Tuh kan benar kata Mama… kalian benar-benar pacaran”
“Udah deh Ma, Refan mau sarapan dulu”
Nyokap tersenyum melihat anaknya berjalan menuju
dapur. Dia sangat berharap Refan kembali lagi menjadi periang seperti dulu,
nyokap juga berharap Gadis bisa membuat Refan berubah.
“Refan berangkat dulu ya Ma, Assalamualaikum” kata
Refan mencium tangan nyokapnya.
“Walaikumsalam, hati-hati ya… jangan terlalu sibuk
pacaran, belajar yang bener” goda nyokap.
Refan mendesis malu, dia segera memacu motornya dengan
santai. Sebenarnya dia ingin cepat-cepat sampai di kampus biar bisa ketemu
Gadis, tapi dia ingat dia pernah kena tilang. Dan gak mau lagi ditilang untuk
kedua kalinya. Dengan sepeda motor Shogun berwana biru, Refan menyisiri jalan
dengan ceria.
Diparkirnya motor kesayangannya tersebut, motor
tersebut adalah hasil jerih payahnya sendiri. Sehingga wajar saja dia
betul-betul merawat motornya itu dengan penuh kasih sayang. Refan segera menuju
koperasi untuk membeli sebungkus rokok. Dilihatnya Gadis sedang duduk bersama
Enita. Refan hanya tersenyum pada Gadis. Enita yang menyaksikan hal itu sedikit
bingung.
“Hey lu bocah miskin. Ngapain lu senyum-senyum ama
temen gue?” bentak Enita.
Refan dan Gadis saling berpandangan, Refan memahami
bahwa Gadis gak ingin Enita tau tentang hubungan mereka. Refan langsung
meninggalkan kedua cewek itu tanpa menghiraukan
omelan Enita dari jauh.
“Udah En, malu dilihat orang” tegur Gadis.
“Emang ada apaan sih elu ama Refan?”
“Gak ada apa-apa kok” bohong Gadis.
“Kenapa sih dia sampai tersenyum begitu ramahnya sama
elu?”
“Wajar aja kan? Dia cuman senyum doang kok, biasa aja
lagi” Gadis membela diri.
Enita menatap wajah Gadis dengan penuh curiga, dia
begitu yakin bahwa Gadis dengan Refan itu ada apa-apanya.
“Udah lah En, kita ke kantin aja yuk” ajak Gadis
menyudahi.
“Enggak, gue mau disini aja, dan lu juga harus disini”
perintah Enita.
Gadis hanya terdiam patuh, dilihatnya Refan duduk
disalah satu pojok sambil merokok dan mendengarkan musik. Ditatapnya Refan
dengan penuh harap, mereka saling berpandangan. Refan hanya bisa tersenyum
mengisyaratkan semuanya baik-baik aja.
Sepulang kuliah Gadis sudah duduk dimotor kesayangan
Refan, Refan kaget melihat Gadis yang terlihat takut.
“Lu kenapa sih?” kata Refan iba.
“Hari ini gue pulang sama kamu ya?”
“Oke, tapi cerita dulu… kamu kenapa sih?”
Gadis menceritakan bahwa dirinya diancam Enita akan
dilaporkan sama orang tuanya kalau dia ketahuan berpacaran sama Refan.
Terdengar begitu jelas bahwa Gadis begitu takut akan pergi jauh dari Refan,
Gadis begitu sayang dengan Refan.
“Gini ya… pokoknya lu tenang aja… masalah lu, masalah
gue juga” Refan mencoba menenangkan.
“Lu gak berpikiran pengen ngebayarin utang gue kan?”
Refan gak menyahut, dipandangnya wajah Gadis bahwa ia
mengingatkan dirinya adalah pacar Gadis.
“Enggak Fan, gue gak mau menyusahkan lu” kata Gadis
tegas.
“Pokoknya lu santai aja, kita pecahin masalah ini
sama-sama” Refan mengisyaratkan untuk tidak membahas hal itu lagi.
“Tapi Fan…”
“Gue kan pacar lu, jadi hidup lu hidup gue juga, lu
sakit gue juga sakit, lu bahagia gue juga bahagia” kata Refan mantap.
Gadis benar-benar tersanjung dengan kata-kata Refan,
dia gak nyangka Refan begitu romantis. Refan yang dilihatnya dulu bukan Refan
yang berada didepannya sekarang. Refan yang dulu adalah orang yang begitu
tertutup, berkesan angkuh, juga acuh tak acuh dengan yang lain. Tapi Refan yang
ini adalah Refan yang pengertian, penuh cinta, dan juga baik hati dalam
pandangan Gadis. Gadis benar-benar tak menyesal telah mencintai Refan.
“Jadi… kita pulang sekarang?” kata Refan menyadarkan
Gadis dari lamunannya.
“Oh… iya”
Refan segera mengeluarkan motornya dari parkiran.
Dilihatnya dia hanya punya satu helm, dia sadar bahwa hanya dengan satu helm
dia bakalan kena razia polisi. Tapi Refan gak mau ambil pusing, dia akan
mencari jalan sepi tanpa penjagaan polisi. Seandainya kena razia sekalipun, dia
gak menyesal telah mengantarkan Gadis pulang.
“Ayo” kata Refan menyuruh Gadis naik motornya.
Gadis segera duduk sebagai penumpang, dipeluknya Refan
dari belakang. Refan cukup kaget akan hal itu, ini adalah pertama kalinya Refan
membonceng seorang cewek. Kalau nyokapnya itu udah sering, gak usah ditanya
lagi. Sepanjang perjalanan Refan dan Gadis hanya diam, tak ada yang berani
membuka pembicaraan.
“Belok kanan ya” intruksi Gadis kepada Refan ketika
menghadapi persimpangan.
Refan menurutinya tanpa banyak bicara, Refan tau betul
itu kawasan kost putri. Dilihatnya cuman beberapa meter didepan ada pedagang
sate. Refan segera menepikan kendaraanya tanpa meminta pendapat Gadis.
“Laper” kata Refan setelah turun dari motornya.
Gadis hanya tersenyum.
Refan langsung memesan dua porsi sate dan dua cangkir
es teh. Mereka berdua hanya diam selama makan. Suasana saat itu benar-benar
tegang. Maklum, Refan baru pertama kali pacaran. Namanya juga cowok ya, kalau
makan itu selalu lebih cepat dari cewek.
“Boleh ngerokok gak?” kata Refan seusai makan.
“Eh… silahkan, gak apa-apa kok” Gadis tersenyum.
Refan langsung menyalakan rokoknya, tapi asap rokok
itu dia hembuskan kesamping. Masa kemuka orang, gak sopan banget.
“Kalau mantan gue itu gak pernah lho minta izin
ngerokok ama gue” Gadis membuka pembicaraan.
“Oh ya?” Refan mengangkat alisnya.
Gadis mengangguk sambil menelan makanannya. “Biasanya
gue suka sewot kalau mantan gue itu ngerokok”
“Terus, kenapa ama gue lu gak marah?”
“Gue menghormati lu karena lu udah minta izin sama
gue”
Refan tersenyum mendengar kata-kata Gadis. Refan itu
selalu menghormati wanita, jangan dikira seorang anak band kayak Refan gak
hormat ama wanita. Cuma masih banyak orang-orang yang menggunakan bandnya hanya
sebagai alat mencari popularitas yang menurut Refan mencoreng hakikat band itu
sendiri. Kalau dirumah Refan selalu mematikan rokok kalau ada nyokapnya,
bukannya gak berani ngerokok didepan nyokap, tapi dia hanya ingin nyokapnya
menghirup udara segar. Juga kalau ada bayi, Refan tau betul dampak asap rokok
terhadap bayi. Karena itu apabila Refan berada disamping ibu-ibu yang
menggendong bayi ataupun ibu-ibu hamil Refan segera membuang rokoknya. Gak
cuman itu, Refan juga selalu minta izin ngerokok kalau ada orang yang duduk
disebelahnya.
“Emang kalau lu ngerokok itu minta izin dulu ya?”
tanya Gadis.
Refan mengangguk.
“Sama siapa?”
“Siapapun orang yang berada didekat gue”
“Siapapun?” Gadis setengah gak percaya.
Refan mengangguk sambil menghembuskan asap rokoknya.
“Wow” gumam Gadis pelan.
“Gue cuman gak enak aja kalau ngerokok disamping orang
tanpa minta izin, kalau orang itu tergangggu kan gak enak”
“Bener juga sih”
“Semua orang kan punya hak, gue juga, orang lain
juga.” Sambung Refan.
Gadis mengangguk setuju, dia benar-benar kagum dengan
Refan. Dia melihat Refan itu bagaikan orang tanpa cacat sedikitpun.
“Oh ya Fan, lu sukanya apasih?”
“Maksudnya?” Refan gak menangkap maksud Gadis.
“Kesukaan lu apaan? Makanan favorit misalnya.” Gadis
menjelaskan.
“Kalau makanan sih ini, sate dan juga masakan Mama”
kata Refan terkekeh-kekeh.
Gadis tersenyum mendengarnya. “Terus?”
“Terus gue suka dengerin musik, segala jenis. Juga
membaca, nulis, main gitar..” Refan menjelaskan semua hal terhadap Gadis, dari
yang dia sukai sampai yang paling dia benci. Refan menjelaskan dengan panjang
lebar tentang dirinya.
“Ohh.. maaf, gue kebanyakan bicara, kalau elu gimana?”
Kini giliran Gadis menceritakan tentang dirinya, Refan
dengan penuh perhatian mendengarkan setiap kata-kata Gadis. Kadang-kadang dia
memberi tanggapan atas cerita Gadis. Gadis begitu semangat bercerita.
“Pulang yuuk” kata Gadis mengakhiri pembicaraan.
“Semuanya berapa mas?” kata Refan kepada pedagang
sate.
“enam belas ribu mas”
Refan menyerahkan uang dua puluh ribuan.
“Ambil aja kembaliannya mas” kata Refan langsung berdiri
mengajak Gadis pergi.
“Kenapa sih lu selalu aja memberikan kembalian?” tanya
Gadis keheranan.
“Gue percaya bahwa Tuhan akan membalas semua amal baik
kita seratus kali lipat dari yang kita berikan”
Gadis terdiam mendengar itu, dia dulu beranggapan
bahwa itu hanyalah bohong-bohongan orang tua terhadap anak-anaknya. Tapi
nyatanya seorang mahasiswa seperti Refan masih mempercayai hal itu. Gadis
benar-benar malu dengan dirinya sendiri. Dia merasa lebih rendah dari Refan.
Refan langsung memutar balik motornya. Menyadari hal
itu Gadis bingung.
“Kost gue arah sana” kata Gadis menunjuk arah
sebaliknya.
“Gue mau jalan-jalan dulu sama elu, boleh kan? Bentar
aja kok”
“Oke deh” Gadis tersenyum menaiki motor Refan. “Kita
mau kemana nih?”
Refan hanya diam. Dijalankannya motornya itu dengan
santai. Dia berbelok kearah kiri. Gadis menyadari bahwa Refan sedang menuju
taman. Sesampai di taman Refan langsung mengajak Gadis masuk.
“Gue suka kesini buat nyari inspirasi buat lagu-lagu
gue” Refan menjelaskan.
Gadis mengikuti gerak kaki Refan yang lumayan cepat.
Karena kewalahan mengikuti Refan yang jalannya lumayan cepat Gadis menghentikan
langkahnya dan memasang muka merajuk. Menyadari Gadis gak ada lagi disampingnya
Refan segera membalikkan badan. Dilihatnya Gadis sedang melipatkan tangan
seraya menendang-nendang angin. Refan segera kembali menuju Gadis.
“Jangan cepet-cepet dong” rengek Gadis.
Refan hanya tersenyum malu. Dia benar-benar merasa
terlihat bodoh didepan Gadis. Mereka berdua berkeliling taman. Mereka ngobrol
dari masalah kehidupan masing-masing sampai hal yang benar-benar gak penting.
Ini baru pertama kalinya Refan menceritakan tentang dirinya terhadap orang lain.
Setelah merasa capek mereka duduk dikursi taman sambil memandangi orang-orang
yang lewat. Refan mengambil sebatang rokok dan memperlihatkan kepada Gadis
tanda meminta izin. Gadis mengangguk.
“Sebaiknya berhenti aja deh ngerokoknya, gak bagus lho
buat kesehatan”
Refan tersenyum mendengar kata-kata Gadis, baginya
sangat sulit untuk berhenti ngerokok karena dia udah keburu candu.
“Kalau berhenti sih susah, tapi gue akan berusaha
untuk menguranginya” kata Refan santai.
“Refan…” kata Gadis lembut. Refan langsung menoleh
kearah Gadis.
“Lu mau gak janji ama gue?”
“Apa?”
“Jangan tinggalin gue ya?”
“Gak akan” kata Refan mantap.
“Serius?” Gadis ingin meyakinkan diri.
“Serius, gue juga bakal ngebahagiaan lu dengan segala
cara” sambung Refan.
“Segalanya?”
“Segalanya”
“Kalau lu gue suruh mati mau gak?” canda Gadis.
“Enggak” kata Refan.
“Lho? Katanya segalanya. Kok malah enggak sih?”
“Lha… kalau gue mati siapa yang bakalan jaga lu
disini? Siapa juga yang bakalan mencintai elu?”
“Ahh… gomball” Gadis memukul bahu Refan dengan manja.
Tapi Gadis benar-benar bahagia mendengar kata-kata Refan tadi.
7. Nyokap
Berangkat.
Gadis berbaring dikamar kostnya sambil mendengarkan
lagu-lagu ciptaan Refan yang diberikan Refan. Dia begitu mengahayati
lagu-lagunya Refan dan band. Refan
pernah menjelaskan kepadanya bahwa kepanjangan dari Radical Band itu adalah
Rock And Metal Capital. Makna dari nama itu adalah sebuah kerajaan genre musik
yang akan menguasai blantika musik dunia. Karena kecapekan sehabis kuliah Gadis
tertidur ditemani lagu-lagunya Refan. Gadis bermimpi begitu aneh. Dalam
mimpinya dia melihat Refan sedang berpelukan mesra dengan Enita dan
memandangnya dengan pandangan angkuh. Gadis menjerit melihat itu. Ingin sekali
dia menghajar Enita karena telah merebut kekasihnya. Tetapi Refan langsung
berdiri membela Enita.
“Elu tega Fan!” teriak Gadis.
Refan tak peduli dan langsung menampar wajah Gadis.
Gadis serentak menangis. Tamparan itu tak sesakit hatinya. Gadis
berteriak-teriak kalap. Terdengar ada yang memanggil namanya. Dia mencari asal
suara itu untuk meminta pertolongan. Tapi tak ditemukannya.
“Dis.. Gadis..”
Gadis langsung terbangun dari tidurnya. Dia baru baru
sadar bahwa dia sedang bermimpi. Badannya berkeringat dan matanya memerah
seperti habis menangis.
“Elu gak apa-apa kan?” tanya Fanya teman satu kostnya.
Gadis hanya menggelengkan kepala.
“Elu gak sakit kan?”
“Gue gak apa-apa
kok, cuman mimpi buruk aja”
“Oh… gue tadi kaget aja lu teriak-teriak siang bolong
kayak gini”
Gadis malu dia telah mengigau.
“Gue balik ke kamar gue ya? Kalau perlu bantuan
panggil aja gue”
Gadis mengangguk. Headset yang terpasang di handphone
telah terlepas. Begitu jelas terdengar lagu Refan yang begitu sendu.
Selamat tinggal cintaku.
Aku akan pergi jauh.
Maafkan bilaku tak
mencarimu.
Karena aku harus menjaganya,
seumur hidupku.
Mendengar lirik lagu itu Gadis begitu takut, dia takut
mimpi dan lirik lagu itu akan menjadi kenyataan. Dia gak ingin berpisah dengan
Refan.
Refan sedang memainkan gitarnya diteras rumah. Dia
terlihat berusaha keras mencari lirik lagu. Dia berniat membuat lagu untuk
Gadis dan akan dia nyanyikan ketika Gadis berulang tahun.
“Fan, kamu mau gak bantuin Mama?”
Refan kaget tiba-tiba ada nyokapnya.
“Bisa Ma, emangnya mau kemana?”
“Mau ke rumah tante Ani, ada yang mau Mama anterin”
“Bentar ya… ganti baju dulu” Refan langsung beranjak
menuju kamarnya. Selesai ganti baju Refan segera berangkat dengan nyokapnya
menuju rumah tante Ani.
Sesampai disana nyokap langsung mengetuk rumah tante
Ani. Rumah tante Ani terbilang mewah. Halaman yang begitu tertata rapi dengan
berbagai macam bunga yang Refan hanya pernah melihatnya lewat televisi dan
internet. Juga teras rumah dari keramik berawarna karamel. Disertai pintu rumah
dengan ukiran yang begitu menawan. Tante Ani membuka pintu dan terkejut melihat
nyokapnya Refan.
“Ayo Rin, masuk masuk… Refan ayo masuk” kata tante Ani
mempersilahkan mereka berdua.
Refan dan nyokapnya langsung duduk disebuah sofa
berwarna merah cerah yang begitu lembut ketika dipersilahkan. Beda dengan sofa
yang ada dirumah Refan yang udah terlihat jelas usia tuanya. Tante Ani langsung memanggil pembantunya untuk
dibuatkan minuman.
“Ada apa nih?” kata tante Ani penasaran.
“Ini, saya tadi bikin kue, cuman mau mengantarkan aja”
kata nyokap Refan.
“Aduhh… makasih banget ya” kata tante Ani riang.
Nyokap hanya membalasnya dengan senyuman.
“Oh ya Rin, tanggal berapa kamu berangkat haji?”
“Tanggal 21 september entar, Insya Allah.”
“Mama mau berangkat haji ya?” potong Refan.
“Iya nak, sebentar lagi. Insya Allah” kata nyokapnya
Refan.
Tanpa disadari Refan meneteskan air mata karena
terharu. Impiannya melihat nyokapnya pergi haji terwujud.
“Sebenarnya Mama mau bilang sama kamu, tapi karena
kamu lagi sibuk kuliah… Mama gak mau mengganggu kamu”
Refan mengangguk seraya menyeka air matanya. Dia
benar-benar bahagia mendengar kabar itu.
“Aduuh, kok laki-laki nangis sih?” goda tante Ani.
Refan hanya tersenyum, dia tak bisa lagi berkata-kata
karena saking bahagianya.
“Kamu nanti tinggal sama tante aja Fan” kata tante Ani
menawari.
Refan memandang nyokapnya.
“Kami berdua sudah membicarakan hal ini Fan, dan Mama
mau kamu itu tinggal sama tante Ani buat bantuin tante Ani dan juga suaminya
kalau ada keperluan”
Refan sebenarnya ingin sekali membantu tante Ani, tapi
dia juga gak mau menyusahkan. Refan segera mengambil keputusan.
“Maaf ya Ma… tante… bukannya gak mau menuruti kehendak
Mama, tapi saya gak mau menyusahkan tante Ani. Refan juga mau belajar bagaimana
rasanya hidup sendirian Ma… gak mungkin kan selamanya Refan selalu bertumpu
sama Mama?” kata Refan retorikal. “Lagian Refan udah kerja, Refan bisa kok
ngebiayain kebutuhan Refan sehari-hari” sambungnya.
Nyokap tersenyum tulus melihat anaknya itu. Dia begitu
bangga memiliki anak seperti Refan.
“Beruntung banget kamu memiliki anak kayak Refan ini
Rin? Kalau anak gue manja banget, tiap bulan minta dikirimin uang mulu”
Nyokap Refan hanya tersenyum. Setelah cukup lama
ngobrol. Refan dan nyokap mohon diri. Malam harinya Refan langsung berangkat
kerja setelah minta izin sama nyokapnya.
8. Judgement
Day!
Selama nyokap pergi haji, Refan mulai belajar menghemat.
Dia mulai mengurangi waktu nge-date sama Gadis dan juga latihan band sama
temen-temennya. Refan cukup berusaha keras untuk hidup sendirian. Karena dia
gak ahli dalam memasak, gak jarang makanannya kalah enak dengan makanan kucing.
Tapi Refan sering tertolong berkat Gadis dan tante Ani yang sering nganterin
makanan buat dia. Gadis pernah marah besar sewaktu Refan kehabisan uang dan gak
makan seharian.
“Seharusnya lu bilang kalau kehabisan uang!” omel
Gadis.
Refan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia
mendengarkan segala omelan Gadis.
“Seperti yang elu bilang, hidup lu hidup gue juga, elu
sakit gue juga sakit!”
“Iya… maaf” kata Refan senyum-senyum.
“Dimarahin malah senyum” kata Gadis ngambek.
“Maaf dehh” kata Refan merayu.
Refan benar-benar merasa gak enak telah menyusah Gadis
dan tante Ani. Dia telah berniat gak mau menyusahkan siapapun. Tapi nyatanya
dia masih saja ditolong oleh Gadis dan tante Ani yang sama sekali gak bisa dia
tolak. Tapi dia tetap bersikukuh gak mau tinggal dengan tante Ani karena takut
menyusahkan.
Kalau di kampus Refan gak pernah mendekati gadis,
mereka hanya berkomunikasi lewat sms. Mereka gak mau Enita tau tentang hubungan
mereka. kalau Refan sih berani aja, Gadis yang masih takut untuk melakukannya.
Gadis dan Enita sedang jalan-jalan di Plaza tempat
Refan bekerja. Karena siang hari Refan gak kerja. Gadis pun selalu berusaha
meyakinkan Enita untuk tidak pergi pada malam hari. Bermacam-macam alasan yang
dia lontarkan. Takut digangguin preman lah, sibuk ngerjain tugas, banyak deh
alasan Gadis untuk tidak pergi ke Plaza itu pada malam hari. Sebenarnya dia dan
Enita bisa saja pergi ke Plaza lain. Tapi karena Plaza itu menawarkan
barang-barang bagus dan terjangkau buat kantong mahasiswa serta keamanan yang
ketat. Mereka lebih suka pergi ke Plaza itu. Sebenarnya Refan sering melihat
Gadis dan Enita jalan-jalan di Plaza itu sewaktu dia bekerja. Tapi dia selalu
menghindar demi keamanan identitasnya. Kalau sekarang gak lagi karena semua
orang telah mengetahui pekerjaannya karena Enita. Sebenarnya Refan juga
berterima kasih kepada Enita karena dia gak perlu main kucing-kucingan kalau
ketemu teman-teman kampusnya, tapi dia gak mau membuat Enita semakin
merendahkannya.
“Kita kesana yuk” ajak Enita menunjuk toko aksesoris
yang sebenarnya lebih bernada memerintah.
Gadis mengikuti arah langkah Enita tanpa mengelak.
Enita langsung mencari-cari gelang yang mungkin cocok dengannya. Walaupun
gelang-gelang disana termasuk imitasi, tapi tampilannya gak kalah dengan yang
asli. Kualitasnya juga bagus.
“Mau nyari apa mbak?” kata penjual itu.
Enita dan Gadis langsung menoleh kearah penjual
tersebut.
“Dhani?” kata Enita.
“Wahh, gak nyangka gue ketemu lu disini” kata Dhani
senang.
“Gue juga, sekarang lu kerja disini ya?”
“Iya” kata Dhani malu.
“Modal sendiri?”
Dhani mengangguk malu.
“Gak usah malu Dhan, hebat lagi usaha dengan modal
sendiri”
“Gak semuanya En, gue juga dibantuin Refan”
Enita langsung cemberut mendengar nama Refan.
“Eh Dis, lu temen Enita juga ya?”
Gadis mengangguk.
“Kalian saling kenal ya?” kata Enita heran.
“Iya dong, dia kan ceweknya Refan, gak mungkin lah gue
gak kenal sama pacar teman sendiri” kata Dhani santai.
Enita memandang sinis dengan kepada Gadis. Semuanya
telah terbongkar. Gadis hanya bisa pasrah.
“Oh ya Dis, sewaktu SMU dulu Enita ini pernah nembak
Refan lho. Tapi Refan tolak, gue masih inget bagaimana riuhnya saat Enita
nembak Refan”
“Udah lah Dhan, gue males denger cerita itu lagi” kata
Enita ketus.
“Ayolah En, lu mengakuikan lu masih terobsesi dengan
Refan? Lu malah bela-belain kuliah satu kampus dengan Refan agar bisa dekat
dengannya, padahal lu dulu pengen banget kuliah ke Australi, bener kan?” kata
Dhani nyerocos.
Enita cuman diam. Gadis benar-benar terkejut dengan
kata-kata Dhani. Dapat dia pahami mengapa Enita selalu saja cari gara-gara
dengan Refan. Itu merupakan salah satu cara untuk mendapatkan perhatian Refan.
Enita sewaktu SMU dulu adalah cewek terpopuler disekolahnya. Sudah cantik,
pinter, kaya lagi. Banyak sekali kaum lelaki yang memuja-muja Enita. Tapi
masalah prestasi dan popularitas dia masih kalah dengan Refan. Meskipun Refan
bukan anak orang kaya, tapi dia selalu juara satu dikelasnya. Enita hanya
pernah sekali mengalahkan Refan sewaktu kelas dua SMU, hal itu disebabkan
karena Refan shock berat perihal kepergian ayahnya dan menikah lagi di
Malaysia. Kalau tentang popularitas, semua teman-teman sekolahnya kenal dengan Refan.
Wajar saja, Refan adalah seorang vokalis dan sering membawa grup bandnya memenangkan
festival didaerahnya. Gak jarang pula Refan menyabet gelar sebagai vokalis dan
gitaris terbaik. Banyak cewek yang menjadi grupies-nya
Refan, termasuk Enita. Refan juga tergolong orang yang bertampang keren. Banyak
dari grupies-nya Refan yang sering membandingkan Refan dengan aktor Holywood
Antonio Banderas.
“Beneran Dhan?” kata Gadis gak percaya.
“Yoi… Enita juga pernah membacakan puisi buat Refan
sewaktu acara perpisahan yang bikin satu aula heboh, yang gak pernah gue lupa
Enita ini pernah nyium Refan di kantin yang bikin mereka berdua masuk ruang
BP.” kata Dhani penuh semangat.
“Gue duluan Dis! Lu pulang naik taksi aja!” kata Enita
marah seraya menjauh.
Gadis dan Dhani terpaku diam melihat Enita menjauh.
“Tenang aja Dis, Enita emang kayak gitu. Semenjak dia
ditolak Refan, dia selalu begitu kalau dengar nama Refan.” Kata Dhani
menenangkan “Refan juga sering cerita bahwa dia bosan dengan cara PDKT Enita
yang berlebihan, yang gak bikin dia suka sama dia, malah bikin dia tambah
risih”
Gadis terdiam mendengar kata-kata Dhani. Dia langsung
teringat bahwa Enita mengancamnya akan melaporkan sama orang tuanya di Sulawesi
kalau Gadis dengan Refan ada apa-apanya.
“Gue mau pergi dulu Dhan.” kata Gadis.
“Gak jadi beli nih?” kata Dhani kecewa.
“Yang ini berapa?” kata Gadis asal ambil.
“Lima belas ribu.”
“Nih, ambil aja kembaliannya” kata Gadis menyerahkan
uang dua puluh ribu dan langsung beranjak pergi.
“Makasih ya!” Dhani berseru karena Gadis sudah lumayan
jauh.
Gadis hanya mengangkat tangannya. Dia langsung
menelpon Refan.
“Kita bisa ketemu gak?” kata Gadis buru-buru ketika
diangkat Refan.
“Bisa, dimana?”
“Ditaman kemaren, sekarang” kata Gadis bernada
memerintah.
“Kenapa sih? Ada masalah ya?” kata Refan keheranan
seberang telpon.
“Pokoknya datang aja, entar gue ceritain, gue gak bisa
menjelaskan lewat telpon.”
“Oke, gue segera kesana”
-Klik-
Gadis langsung memanggil taksi, dia segera melaju
menuju taman.
Refan buru-buru ganti baju, gak pake acara mandi dan
juga make parfum. Dia gak pernah mendengar Gadis memintanya dengan begitu
mendesak, Refan yakin bahwa Gadis sedang berada dalam masalah. Enggak. Mereka
berdua berada dalam masalah. Refan memacu motornya dengan cepat, hampir aja dia
menerobos lampu merah lagi, untung dengan sigap dia mengerem hingga gak nyampe
keterobos. Refan benar-benar gelisah menunggu lampu hijau. Dia merasa lampu
lalu lintas terasa lebih lama daripada biasanya. Setelah lampu hijau dia
langsung memacu motornya dengan kecepatan penuh. Hampir aja dia dikejar polisi
kalau dia gak segera menghilang ditikungan.
Sesampai di taman dilihatnya Gadis menunggunya dengan
gelisah.
“Ada apa?” kata Refan sesantai mungkin.
“Enita Fan, Enita…” kata Gadis ketakutan.
“Emangnya Enita kenapa?”
“Dia tau hubungan kita” kata Gadis buru-buru.
“Emangnya kenapa? Biasa aja lagi” kata Refan santai.
“Biasa apanya! Lu ingatkan kalau Enita sampai tau
hubungan kita, dia bakalan lapor ama ortu gue dan gue bakalan disuruh pulang
Refan!” kata Gadis hampir beteriak.
Refan langsung ingat hal itu, dia merasa bodoh telah
melupakan hal sepenting itu.
“Oke, sekarang tenang dulu”
“Gue gak bisa tenang Fan! Gue gak mau berpisah dengan
lu!”
“Dengar dulu Dis”
Gadis bernapas begitu terburu-buru, dia menangis
sejadi-jadinya.
“Dis…” kata Refan lembut.
Gadis tak mendengarkan dan sibuk dengan pikirannya.
“Gadis!” Refan meninggikan suara.
Gadis langsung terdiam, walaupun dia masih tak bisa
menahan air matanya. Refan segera mengajak Gadis mencari tempat duduk. Refan
segera menyeka air mata Gadis dengan tangannya dan memeluk Gadis untuk
menenangkannya.
“Denger ya, Enita gak bakalan berani kayak gitu” kata
Refan menenangkan.
“Gak berani apanya, ini bukan Enita yang lu kenal
sewaktu SMU Fan!”
“Gue tau, apabila Enita benar-benar melaporkan hal itu
sama ortu lu, gue yang akan bicara sama mereka.”
“Beneran Fan?”
“Iya, gue akan mencoba meyakinkan mereka agar lu masih
bisa disini.”
Gadis mulai tenang mendengar hal itu.
“Gue gak bakalan bikin lu sakit Dis.” Kata Refan lirih.
Gadis langsung memeluk Refan, Gadis bagaikan anak
kecil yang berlindung kepada orang tuanya saat menghadapi suatu permasalahan.
“Enita dulu pernah nembak kamu ya?” kata Gadis
penasaran.
“Darimana lu tau?” Refan keheranan.
“Dhani.”
Refan baru sadar bahwa Dhani mengetahui hubungan dia
dengan Gadis. Refan juga berpikiran bahwa Dhani lah yang telah membocorkan
hubungannya dengan Gadis kepada Enita. Refan langsung menceritakan semuanya.
Seperti kata-kata Dhani, Refan tak mengarang sedikitpun. Dia menceritakan
semuanya. Tiba-tiba handphone Gadis berbunyi.
“Dari nyokap.” Kata Gadis memandang Refan.
“Angkat aja”
Gadis terlihat ragu.
“Gak apa-apa, gue disini.” Refan mengingatkan.
“Halo” kata Gadis mengangkat telepon. Setelah itu dia
hanya terdiam mendengarkan. Dia hanya menjawab sesekali.
“Nyokap mau kesini dua hari lagi.” Kata Gadis setelah
menutup teleponnya.
“Gue akan bicara ama nyokap lu.”
Di kampus Enita menunjukan senyum kemenangan kepada
Gadis dan Refan. Gadis tertunduk takut sedangkan Refan memandang Enita tajam
menantang. Refan langsung mendekati Enita yang sedang duduk bersama
teman-temannya.
“Lu gak pernah dewasa ya!” labrak Refan tanpa
basa-basi.
“Emang ada masalah buat lu?” Enita menantang balik.
“Masalah lu itu apa sih? Gue juga gak pernah menganggu
lu, kenapa lu sibuk banget menganggu gue?” kata Refan ketus.
“Lu tau sendiri!” kata Enita gak kalah ketus.
“Ohh… jadi ini tentang itu ya?”
Enita terdiam tak berkutik.
“Kapan sih lu bisa berhenti ngejar-ngejar gue? Gue
benar-benar muak dengan cara lu itu! apakah lu gak bisa melupakan perasaan lu
terhadap gue? Kita ini udah kuliah En! Lu seharusnya sadar bahwa kejadian itu
sudah lewat dua tahun!” Refan benar-benar marah.
Teman-teman Enita terkejut melihat kejadian itu.
Mereka kaget bahwa Enita itu “masih” menyukai Refan semenjak SMU.
“Lu ikut gue!” Refan langsung menarik Enita yang hanya
pasrah mengikuti Refan. Gadis mengikuti mereka dari belakang.
“Kalau lu marah sama Gadis karena dia belum melunasi
utangnya gak usah gini caranya! Lu benar-benar menghancurkan masa depan Gadis!
Gak cuman hubungan kami aja!” kata Refan penuh emosi. “Emang berapa lagi utang
Gadis sama lu?”
Enita hanya bungkam, dia gak berani melirik Refan yang
sedang marah besar.
“ENITA! JAWAB!!!” Refan berteriak saking emosinya.
“5 juta 4 ratus ribu.” Kata Enita bergetar.
“Gue akan membayar semuanya!”
“Emang lu punya uang?” kata Enita heran.
“Gue punya simpanan!” kat Refan benar-benar ketus.
Enita langsung terdiam. Gadis juga terdiam menahan air
matanya.
“Enita, seharusnya lu sadar. Kita ini udah kuliah.
Kita bukan lagi pelajar SMU. Gak perlu lagi lu mempertahankan perasaan lu
terhadap gue. You must move on, Enita.” Kata Refan melemah.
“No, I Can’t!” giliran Enita meluapkan perasaannya.
“Lu ingat gak apa yang udah lu lakukan terhadap gue? Lu ngasih harapan sama gue
Fan!” kata Enita menangis.
Refan ingat betul kejadian itu. Waktu itu Refan
menolak Enita dengan jawaban “Maybe next time.”
“Gue berusaha semaksimal mungkin lu ingat dengan
kata-kata lu. Gue udah lakukan segala cara, sampai memakai cara ini yang
sebenarnya gue juga gak mau melakukannya!” Wajah Enita memerah menahan emosi.
“Tapi lu lupa sama sekali dengan hal itu!”
“Gue ingat En!’
“Terus kenapa lu selalu aja menjauhi gue?”
“Perasaan gue berubah ketika lu memakai cara
mempermalukan gue. Dan dengan gampangnya lu menghina keluarga gue!”
Enita langsung terdiam.
“Gue sudah beberapa kali memperingatkan lu untuk
menghentikan itu, tapi lu gak mau berhenti.” Refan membalas. “Perasaan gue sama
lu benar-benar berubah sama lu! Gue sebenarnya pernah pengen nembak lu. Tapi
waktu lu gue deketin lu malah berkata ketus dihadapan gue. Sehingga gue
mengurungkan niat gue itu.”
Enita terkejut mendengar hal itu.
“Terus kenapa gak lu katakan sekarang?”
“Dan menyakiti Gadis? Enggak En, gue bukan tipikal
orang seperti itu.”
“Lu tega ya Dis. Kenapa lu begini sama gue.” Kata
Enita mengarahkan pandangannya ke arah Gadis.
“Jangan salahkan Gadis!” Refan membela Gadis. “Lu
seharusnya menyalahkan diri lu sendiri!”
Enita tak bisa lagi berkutik. Dia hanya diam
mendengarkan omelan Refan kepada dirinya. Dia hanya bisa mengepalkan tangannya
menahan amarah.
“Gue benar-benar gak nyangka lu seperti ini En.” Refan
melanjutkan omelannya.
Tanpa disadari Enita langsung berlari menyerang Gadis.
Refan dengan sigap menangkap Enita. Tapi Enita sempat mendorong Gadis sampai
terjatuh. Refan langsung menampar pipi kiri Enita dengan kerasnya sampai
meninggalkan bekas.
“Ini balasan karena lu udah mendorong gadis dan karena
lu pernah nampar gue!”
Refan membalas dua hal hanya dengan satu tamparan.
Sebenarnya Refan memiliki alasan untuk menampar Enita lagi. Tapi dia ingat dia
harus memuliakan wanita, seperti yang diajarkan nyokap kepadanya semenjak
kecil. Tapi kali ini Refan harus melanggar prinsipnya sendiri karena wanita
itulah yang sudah keterlaluan dengannya yang membuat dia gak punya pilihan lain
selain menyakiti wanita itu.
Enita melotot kearah Refan setelah menerima tamparan
keras itu.
“Lu keterlaluan Fan, gue ini benar-benar cinta sama
lu! Tapi sekarang lu malah nyakitin gue.” Enita menangis menutup mata seraya
berlutut.
“Ayo Dis, kita pulang.” Kata Refan mengajak Gadis
meninggalkan Enita yang menangis tersedu-sedu.
“REFAAAN!!!” teriak Enita.
Refan segera membalikkan langkah kakinya dan memberi
isyarat kepada Gadis untuk tetap disitu.
“Lu sadar gak sih? Malu-maluin tau!” Refan menahan
malu karena orang-orang banyak yang memandanginya. Eko juga terlihat dari salah
satu kerumunan sedang berusaha menerobos agar bisa berdiri didepan.
“Biarin!”
“Sekarang gini aja En, gue bukan lagi Refan yang dulu,
gue udah berubah. Gue bukan lagi sang juara, gue juga gak populer lagi disini.
Malah gue selalu direndahkan disini. Dan apabila lu benar-benar mencintai gue.
Lu seharusnya ngerti kondisi gue. Gue mencintai Gadis, dan gue gak mau nyakitin
dia, biarin gue bahagia En… gue mohon sama elu.”
Tangisan Enita mulai mereda.
“Tapi lu harus ingat, gue gak bakalan ninggalin elu.
Dan gue juga ingat dengan kata-kata gue dulu. Selama ini gue selalu berusaha
menjaga elu Enita. Gue terima semua ejekan lu agar lu gak malu. Sewaktu lu
menghina gue dikantin. Gue gak ada pilihan lain karena gue harus menjaga harga
diri gue. Gue gak pernah dendam sama lu, gue juga sayang sama lu. Tapi gue
hanya bisa menyayangi lu sebagai teman, gak lebih. Lu ngerti maksud gue kan
En?” Refan menjelaskan.
Enita hanya terdiam mendengarkan. Dia merasa
dipedulikan. Selama ini Enita berusaha mencari kasih sayang dari semua orang
karena orang tuanya terlalu sibuk bekerja. Orang tuanya gak pernah bisa meluang
waktu untuknya. Selalu sibuk, sibuk, sibuk.
“Udah, sekarang lu bangun. Malu diliat orang” kata
Refan tersenyum tulus.
Enita bangkit dibantu oleh Refan, kali ini Enita
benar-benar merasakan kasih sayang. Perasaannya berubah seketika. Seperti
Refan, Enita selalu takut apabila bangun pagi mendapati rumahnya kosong, dia
takut selalu sendirian. Tapi kali ini dia mempunyai seorang teman, bukan,
seorang sahabat yang mengerti dirinya. Seorang sahabat yang tidak mengincar
uangnya, tapi mengincar ketulusan dari dirinya.
“Lu baik-baik aja kan?” kata Refan ramah.
Enita mengangguk dan tersenyum penuh ketulusan kepada
Refan. Tak ada sedikitpun kebohongan
terpancar dari mata Enita yang berkaca-kaca. Enita kini ingin menangis
kembali, tapi bukanlah tangis kesedihan, tapi sebuah tangis yang penuh
kebahagiaan.
“Berhenti dong nangisnya. Lu kelihatan jelek kalau
lagi nangis.” Canda Refan.
Enita hanya tertawa kecil mendengar kata-kata Refan.
“Lu sekarang mau ngapain?”
“Gue mau pulang aja, gue lagi gak ada minat untuk
kuliah saat ini.” Kata Enita tenang.
“Gue dan Gadis juga, mau bareng?”
“Kalian duluan aja, ada yang pengen gue kerjain dulu.”
“Kalau gitu kami duluan ya?”
Enita melambaikan tangannya dan tersenyum bahagia.
Satu masalah udah kelar bagi Refan, tapi belum bagi Gadis.
Refan dan Gadis dalam perjalanan menuju kostnya Gadis.
“Apa sih yang elu bilang sama Enita sampai dia
terlihat bahagia banget?” kata Gadis sambil memeluk Refan dimotor Shogun biru
miliknya Refan.
“Gue cuman bilang bahwa elu pengen bahagia aja.”
“Itu aja? Perasaan tadi gue liat lu bicara panjang
lebar kepadanya.”
“Gue juga bilang bahwa gue juga sayang sama dia.”
“Tapi hanya sebagai teman kan?” kata Gadis cemburu.
“Enggak… hahahaha” Refan tertawa gelak.
“Ihh, ini serius tau.” Gadis menepuk pundak Refan.
“Hati-hati entar gue hilang kendali.” Refan
mengingatkan.
“Maaf.”
“Gue bilang ama Enita bahwa gue hanya bisa menyayangi
dia sebagai teman, gue gak bisa lebih karena cinta gue udah sama lu.”
“Masa sih? Gue check dikantong gue gak nemu tuh cinta
lu.” Canda Gadis.
“Ada, tuh dihatimu.”
“Ahh dasarr…” Gadis kembali menepuk pundak Refan.
“Hey hati-hati dong… entar kalau jatuh kan lu juga
yang sakit.”
“Iya… sorry sorry.”
Gadis langsung membuka pintu kamarnya. Belum sempat
dia masuk ke kamarnya, Fanya keluar dari kamarnya bersama seorang ibu yang
memasang wajah marah.
“Mama?” Gadis terkejut.
Refan hanya terdiam melihat nyokapnya Gadis, dia ingat
betul bahwa Enita sempat cerrita sama nyokapnya Gadis.
“Katanya besok mau datang?”
“Mama percepat karena Papa kamu udah marah-marah
dirumah.” Kata nyokapnya Gadis.
Nyokapnya Gadis langsung masuk tanpa menunggu
tanda-tanda disuruh masuk. Gadis hanya tertunduk ketika nyokapnya melewati
dirinya.
“Tutup pintunya.” Perintah nyokapnya Gadis.
Gadis segera menutup pintunya, tapi sebelumnya dia
mempersilahkan Refan masuk.
“Kamu siapa?”
“Saya Refan, pacarnya Gadis tante.”
“Kamu orang mana?”
“Saya asli dari sini tante.”
“Rumah kamu dimana?”
“Di Sultan Adam tante.” Refan tak mengurangi rasa
hormatnya.
“Gadis! Kamu ini gimana sih? Dikasih uang udah 3 juta
perbulan, kamu masih aja ngutang ama orang lain! Emang uang yang Mama kirimkan
itu dikemanain?” nyokapnya Gadis langsung mengomel tanpa memperdulikan Refan
yang berada disana.
Gadis tak berani menyahut.
“Mama gak mau membayar utang-utang kamu itu, kamu
harus membayarnya sendiri. Mama beri waktu tiga bulan kamu disini untuk
melunasinya.”
Gadis hanya tertunduk menahan keluarnya air mata.
“Uangnya pasti habis pacaran ya?” kini nyokapnya kini
memandang sinis kepada Refan.
“Enggak Ma…” kata Gadis berat.
“Terus buat apaan?”
“Buat be.. belanja Ma.” Kata Gadis terbata.
“Belanja??? Emang uang yang Mama beri itu kurang?”
nyokapnya Gadis meninggikan suara.
Gadis kembali tidak berani menyahut.
“Jawab Gadis!” kali ini nyokap Gadis benar-benar
emosi.
“Cukup Ma…”
“Kalau cukup kenapa uang SPP kamu habiskan juga?”
Refan melihat Gadis yang hanya tertunduk pasrah. Refan
benar-benar ingin membela Gadis. Dia hanya menunggu kesempatan yang tepat.
“Kamu akan Mama bawa pulang ke Sulawesi besok!”
“Tapi Ma… gimana kuliah Gadis.”
“Berhenti aja! Kamu juga bisa kuliah disana!”
“Tapi Ma…”
“Gak ada tapi-tapian!” nyokap Gadis menunjukkan siapa
yang berkuasa disana.
“Maaf tante…” Refan menyela.
“Apa?” kata nyokap Gadis ketus.
“Sebaiknya Gadis dibiarkan saja kuliah disini tante,
soalnya nilai-nilainya disini begitu memuaskan.”
“Enggak! Gadis harus pulang besok.” Nyokap Gadis
menekankan.
“Tapi tante…”
“Tidak ada tapi-tapian!” potong nyokap Gadis.
“Dengar dulu tante!” Refan meninggikan suaranya.
Nyokap Gadis langsung terdiam memberikan kesempatan
Refan untuk bicara.
“Nilai Gadis disini sangat bagus tante, kalau gak
percaya lihat aja IPK-nya, nilainya gak pernah dibawah 3,5. Seandainya Gadis
dipindahkan, maka kemungkinan prestasi Gadis akan menurun karena penyesuaian
suasana dan dia juga akan selalu teringat teman-temanya disini. Perlu waktu
lama untuk bisa melupakan itu semua tante. Perihal utang piutang Gadis, biar
saya yang bayar tante.” Kata Refan mantap.
“Besar sekali nyali kamu, emang kamu kerja apa?” kata
nyokap Gadis melipat tangan.
“Satpam tante.”
“Apa? Satpam? Gaji kamu itu buat kamu sendiri aja
belum tentu cukup, kamu sudah berani memberikan gaji kamu kepada orang lain?
Berani sekali kamu?” cemooh nyokap Gadis.
“Saya punya simpanan uang tante.”
“Simpanan uang? Apa kamu gak perlu sama uang itu.”
“Perlu tante.”
“Buat apa?”
“Saya ingin menggunakan uang itu untuk melanjutkan
kuliah ke S2 tante.”
“Dan kamu ingin memberikan uang itu untuk membayar
utang Gadis?”
“Iya tante.” Kata Refan tanpa ragu sedikitpun.
“Baik banget.” Kata nyokap Gadis nyengir mencemo’oh.
“Saya lakukan ini agar Gadis bisa kuliah dengan baik
tante.”
“Kalau saya berhenti mengirimkan uang untuk Gadis,
kamu mau membiayai dia?”
“Mau tante.”
“Jangan bercanda kamu!”
“Saya sangat serius disini tante.” Refan menekankan
kata serius dalam kalimatnya.
“Baru pernah saya bertemu laki-laki seperti kamu yang
berani berkorban untuk pacarnya.”
Refan tak tau apakah itu pujian atau cemo’oh dari
nyokap Gadis. Yang penting baginya sekarang adalah mempertahankan Gadis agar
gak pulang ke Sulawesi.
“Saya benar-benar salut dengan kamu. Biasanya pacar
Gadis selalu takut dengan saya. Tapi kamu ini beda.” Nyokap Gadis benar-benar
memuji.
Refan tak merespon pujian nyokap Gadis sama sekali.
Dipikirannya hanyalah mempertahankan Gadis untuk selalu didekatnya. Egois
memang. Tapi dia juga gak mau Gadis sedih kalau sampai terpisah dengannya.
“Baiklah, saya akan memaafkan Gadis kali ini. Tapi
ingat! Kamu harus benar-benar menjaga Gadis. Paham?” kata nyokap Gadis luluh
dengan keteguhan hati Refan.
“Paham tante.” Refan semangat karena usahanya gak
sia-sia.
“Dan buat kamu Gadis, jatah perbulan kamu gak Mama
kurangi. Tapi kamu harus benar-benar bisa menjaga kepercayaan Mama. Mengerti?”
“Mengerti Ma.” Kata Gadis senang.
“Bagus kalau gitu, dan jangan lagi diulangi!”
“Iya Ma.”
“Buat kamu Refan, tante benar-benar mempercayakan
Gadis sama kamu. Jangan kecewakan tante. Oke?”
“Saya akan benar-benar menjaganya tante.”
“Saya pegang kata-kata kamu.”
“Iya tante.”
Refan akhirnya minta diri untuk pulang. Saat dia
keluar banyak sekali teman-teman kost gadis berada diluar. Refan yakin bahwa
mereka itu sedang menguping.
“Kamu seharusnya bersyukur memiliki dia. Mama baru
pernah nemu orang seperti itu. kalau ayah kamu seperti dia. Mama tidak akan
melewatkan sedetikpun untuk bersamanya.” Nyokap Gadis berujar penuh kekaguman.
Gadis mengangguk dengan mantap. Dia tak akan
meninggalkan Refan. Dia akan selalu bersama Refan selama napasnya masih
berhembus, dan selama napas Refan juga berhembus. Walaupun napas mereka akan
berhenti keduanya. Gadis yakin dia akan selalu bersama Refan selamanya di
surga. Gadis yakin.
9. Happy
Birhtday Gadis.
Setelah pulang dari haji. Nyokap Refan banyak sekali
membawakan oleh-oleh. Tidak lupa untuk tante Ani sekeluarga dan juga untuk
Gadis. Gadis diberikan gaun muslim berwana putih, tidak lupa kerudung dan
sepatu yang berwarna putih juga. Ketika Gadis mencobanya. Refan benar-benar
terpesona dengan kecantikannya. Refan sampai lupa untuk menutup mulutnya karena
saking kagumnya dengan Gadis. Layaknya bidadari, kecantikan Gadis bagi Refan
tak terelakkan. Dibandingkan Enita, Gadis memang kalah cantik, tapi dia lebih
manis dari Enita. Tuhan yang maha sempurna menciptakan makhluknya. Dia
menciptakan makhluknya dengan penuh kekurangan namun juga penuh akan kelebihan.
Itulah cara Tuhan yang tak akan pernah dimengerti oleh manusia.
“Bagus gak?” kata Gadis sambil memutar-mutar tubuhnya.
Nyokap Refan dan Refan saling berpandangan, dan
mengangguk bareng.
“Bagus tuh dipakai buat upacara pernikahan.” Goda
nyokap Refan.
“Ahh Mama…” kata Gadis. Gadis gak sungkan lagi
memanggil Mama kepada nyokapnya Refan.
“Iya tuh… kayaknya cocok.” Refan menambahkan.
“Refan.” Kata Gadis malu.
“Hahahaha.” Mereka bertiga tertawa bareng.
“Kalian hari ini kuliah kan?” kata nyokap Refan kepada
keduanya.
Refan dan Gadis mengangguk.
“Jam 12 baru dimulai perkuliahannya Ma, hari ini kami
kuliahnya kena sore.” Refan menjelaskan.
“Kalau gitu, Gadis bisa bantuin Mama masak? Kamu hari
ini makan siangnya disini aja.”
“Oke Ma… Gadis ganti baju dulu.” Gadis langsung masuk
kedalam kamar Refan.
Nyokap memandangi Refan yang sedang senyum-senyum
mengangkat bahunya. Nyokap langsung menggeleng melihat tingkah Refan dan Gadis.
Nyokap jadi teringat masa-masa pacaran dengan ayahnya Refan dulu.
“Makasih ya Dis.” Kata nyokap Refan sewaktu mengiris
bawang.
“Emang Gadis ngelakuin apa tante?” Gadis bingung.
“Kamu udah mengembalikan Refan yang dulu, walaupun
kamu gak pernah ketemu dengannya dahulu, tapi Refan sekarang hampir sama dengan
Refan sewaktu masih memiliki ayahnya.”
“Seharusnya saya yang berterima kasih Ma…”
Nyokap Refan memandang Gadis yang sedang menggoreng ikan.
“Kalau gak ada Refan, mungkin saya udah disuruh pulang
ke Sulawesi.” Kata Gadis pelan.
Nyokap hanya tersenyum.
“Refan juga mempunyai masa yang kelam seperti kamu.”
Gadis terkejut mendengar kata-kata nyokap Refan.
“Maksudnya Ma?”
“Sewaktu SMP Refan itu sering sekali mabuk-mabukan,
pulang malam, berantem, macam-macam deh.” Raut muka nyokap Refan terlihat
sedih.
“Terus bagaimana Refan bisa berhenti?”
“Refan kami kirim ke panti rehabilitasi, setelah tiga
bulan dia pulang.”
Gadis mendengarkan cerita dengan penuh seksama.
“Terus Refan pernah kembali mabuk-mabukan sewaktu dia
tau ayahnya menikah lagi. Tapi alhamdulillah dia bisa berhenti berkat motivasi
teman-temannya.”
“Teman-teman yang memotivasi Refan itu siapa aja Ma?”
“Seingat Mama itu ada Dhani, Daud, Anton… Mama lupa
siapa nama satunya… kalau gak salah En.. An.. Enita.”
Gadis kaget mendengar nama Enita.
“Enita itu yang paling banyak berperan dalam
berhentinya Refan, dia juga pernah tidur diteras rumah karena gak Mama izinkan
menginap.” Nyokap tertawa.
“Terus Ma?” kata Gadis memasukkan bumbu untuk menambah
rasa dalam sayurnya.
“Enita itu pernah ngebukin Refan lho, karena Refan
waktu itu memang lagi sakau. Mama waktu baru pertama kali melihat seorang
perempuan memukuli anak laki-laki.” Kata nyokap. “Kamu liat gak bekas luka
dikening Refan, itu bekas hantaman Enita, waktu ini Enita ngamuk waktu tau
Refan nyuri uang Mama. Mama sih gak tega memarahi Refan karena dia anak
satu-satunya, tapi Enita yang menggantikan peran Mama memarahi Refan. Waktu itu
kami semua memang sudah habis kesabaran karena Refan gak mau juga berhenti.”
“Setelah itu Refan berhenti?”
“Alhamdulillah, Mama juga berhutang terima kasih
dengan Enita karena sudah menjaga Refan.” Nyokap langsung menyiapkan makanan
untuk dibawa ke ruang keluarga. Gadis segera menyusul membawakan semangkuk sup.
Refan sedang asyik berbaring menonton televisi.
“Bangun Fan, saatnya makan.” Perintah Gadis.
Nyokap tersenyum melihat mereka berdua. Refan langsung
memulai acara makannya.
“Enak nih, siapa yang masak?” puji Refan.
“Nih pacar kamu.” Kata nyokap memandang Gadis.
“Dibantuin Mama juga kok.” Gadis merendahkan diri.
“Bohong dia Fan.” Nyokap bercanda.
“Mama…” Gadis berkilah.
Refan dan nyokapnya tertawa bareng, sedangkan Gadis
terdiam menahan malu.
Selama dikampus baik Refan maupun Gadis gak melihat
gak melihat Enita sama sekali.
“Lu ada liat Enita gak?’ kata Refan pada Ikhsan, teman
satu lokal mereka.
“Enggak.”
“Ada kabar dia gak?”
“Katanya sih dia masuk rumah sakit.”
“Enita sakit ya?” Gadis langsung menyela.
“Enggak, dia cuman tes kewarasan aja.” Canda Ikhsan.
“Gue serius San.”
“Kata yang lain sih dia demam tinggi gitu.”
“Rumah sakit mana?”
“Rumah sakit ulin.”
“Makasih bro.” kata Refan.
“Sama-sama, gue titip salam ya buat Enita.”
“Sipp.” Kata Refan dan Gadis hampir bersamaan.
“Lu tu ruangannya gak?” tanya Gadis ketika sudah
sampai di rumah sakit.
“Gue lupa nanya ama Ikhsan tadi.”
“Yahhh…”
Refan hanya cengar-cengir gak karuan.
“Mbak, pasien yang bernama Enita Dhea Sanditi itu
ruangannya dimana ya mbak?” kata Gadis kepada perawat yang menjaga resepsionis.
“Ruangan Melati nomor 3A.”
“Arahnya mbak?”
“Kalian jalan aja terus, persimpangan pertama itu
belok kanan, terus persimpangan ada lagi persimpangan kedua. Itu kalian lurus
aja. Ruangannya terletak disamping ruang jaga.”
“Makasih mbak.” Kata Gadis.
Refan masih saja bengong memperhatikan sekitarnya.
“Ayoo.” Gadis menarik tangan Refan.
Lumayan capek berjalan menuju kamar Enita, mereka
berdua cukup berkeringat untuk berjalan menuju kesana.
“Permisi.” Kata Gadis mengetuk kamar yang bertuliskan
nomer 3A. Seorang laki-laki kira-kira
berumur 30 tahun membukakan pintu.
“Eh Gadis, silahkan masuk Dis.”
“Makasih ya kak.”
Gadis langsung duduk disamping Enita.
“Lu kenapa En? Sakit ya? Sakit apaan? Kapan masuknya?
Kapan diizinkan dokter keluar?”
Refan dan Enita tersenyum melihat tingkah Gadis yang
super panik.
“Gue gak apa-apa kok, cuman demam aja.”
“En, gue ke kantor dulu ya. Buat kalian berdua, nitip
Enita bentar ya?”
“Tenang aja kak, Enita aman ditangan kami berdua.”
Gadis menjawab.
“Baguslah kalau begitu.” Kata kakak Enita tertawa
kecil sambil melangkah keluar.
“Kamu Refan kan?” kata kakak Enita menatap Refan.
“Iya bang.” Refan tersenyum.
“Lama gak ketemu sama kamu ya?”
“Iya…”
“Gue berangkat dulu nih, jagain Enita ya?” kakak Enita
menepuk pundak Refan.
“Oke bang.”
Kakak Enita sudah menikah dan sekarang sudah tinggal
di Kalimantan Timur bekerja sebagai pegawai bank disana. Enita paling dekat
dengan kakaknya itu. Tapi semenjak kakaknya menikah, komunikasi antara mereka
berdua sedikit berkurang.
“Kenapa gak bilang ama gue En bahwa lu masuk rumah
sakit?” Refan langsung membuka pembicaraan.
“Iya nih, sama gue juga.” Gadis menambahkan.
“Eemm… gue cuman gak mau menyusahkan kalian berdua
aja.” Enita menjawab sesantai mungkin.
“Kita kan sahabat elu En.” Gadis mengingatkan.
Enita langsung terdiam, dia bersyukur telah memiliki
sahabat yang setia seperti mereka. Tapi dia juga menyesal telah menyakiti
mereka karena alasan yang konyol.
“Bentar lagi kamu ultah ya Dis? Refan juga.” Enita
mengalihkan topik.
Refan dan Gadis saling berpandangan.
“Kalian gak lupa kan?”
“Tentu gak.” Kata Gadis mantap seraya mengalihkan
pandangannya ke arah Refan.
“Kalau elu gimana Fan?”
Refan mengangkatkan bahunya. Enita tersenyum melihat
Refan. Enita tau bahwa Refan mempunyai surprise buat Gadis. Sewaktu SMU dulu,
ada aja ide Refan untuk membuat surprise buat teman-temannya yang ultah. Enita
pun pernah jadi korbannya. Tiga kali. Pertama kalinya Refan membuat surprise
sama teman-temannya buat Enita dengan membuat kue ultah yang diantarkannya ke
kelas sewaktu belajar. Refan sendiri yang mendorong troli ke kelas. Kedua Refan
pernah menyusun karangan bunga yang bertuliskan “HAPPY BIRTHDAY ENITA” di
lapangan sekolah. Yang ketiga yang paling asyik. Sewaktu upacara bendera Refan
saat itu menjadi pembawa bendera. Saat giliran Refan membawa bendera untuk
dinaikan. Dia malah membawa kue tart dengan lilin yang berjumlah tujuh belas
dan langsung berteriak “HAPPY BIRTHDAY ENITA.” Dan langsung diiringi lagu happy
birthday yang dinyanyikan oleh paduan suara. Refan dan yang ikut berpartisipasi
membuat kejutan dipanggil semua ke ruang kepsek karena sudah merusak upacara
bendera. Tapi Refan tak pernah lagi bikin kejutan karena Enita selalu
menjelek-jelekkan Refan selama dua tahun. Tak ayal Enita juga merindukan
kejutan-kejutan Refan yang norak namun penuh makna itu.
“Kenapa sih? Kok saling pandang gitu?” kata Gadis
bingung menyaksikan Enita dan Refan saling berpandangan.
“Cemburu ya?” goda Enita.
Gadis menjulurkan lidahnya kepada Enita. Refan langsung
tertawa menyaksikan itu. Mereka bertiga ngobrol dengan asyik, Enita
menceritakan bagaimana Refan sewaktu SMP dan SMU. Gadis sedikit iri karena
Refan dan Enita sudah berteman cukup lama. Mereka ngobrol ngalor ngidul gak
jelas, dan tanpa terasa hari sudah mulai gelap.
“Kami berdua pulang dulu ya?” kata Gadis pamit.
Enita membalas dengan senyuman.
“Cepat sembuh ya En, gak asyik kalau gak ada lu.” Kata
Refan mendoakan.
Enita mengangkat jempol tangannya yang menandakan Everything will be alright.
“Oh ya, temen-temen dikampus titip salam, terutama
Ikhsan.” Refan menambahkan.
“Makasih.” Kata Enita manja.
Refan dan Gadis segera beranjak pulang.
“Ternyata Enita itu baik juga ya?” kata Gadis di
mobilnya yang dikemudikan Refan.
“Dia itu memang baik, cuman dia aja yang
menutup-nutupinya.”
“Enita gak pernah cerita dia sedekat itu dengan lu
sama gue.”
“Ya iyalah… dulu elu cuman tau gue sama Enita itu
musuhan, mana mungkin dia cerita sama lu bahwa kami ini sebenarnya teman
dekat.”
“Oh iya ya…” Gadis memasang tampang bego.
Refan tersenyum melihat mimik muka Gadis.
Gadis langsung memutar lagu Refan yang berjudul
“Selamat tinggal.” Dia masih tak mengerti makna dari lagu itu. Apakah Refan
pernah menciptakan lagu itu buat mantan pacarnya dulu? Maka Gadis bukan lagi
“The Special One.” Gadis langsung mengganti lagu itu dengan lagu Refan yang
lain yang berjudul “Forever I.”
Forever I…
Will always try to keep you
smile.
And I will never let you
cry.
And I will forever stay.
Forever I’ll be there.
Tiga hari lagi ultah Gadis, dan juga berarti enam hari
lagi ultah Refan. Gadis sedang keliling Plaza sendirian mencari kado yang tepat
buat Refan.
“Lu sendirian aja Dis? Refan mana?” kata Dhani sewaktu
Gadis ke tokonya.
“Gue lagi nyari kado buat dia, masa gue ajak dia juga
nyarinya.”
“Bener juga ya.”
Gadis sedang melihat-lihat kemungkinan ada aksesoris
yang cocok buat Refan.
“Refan gak suka make aksesoris.” Kata Dhani.
“Masa sih?”
“Iya.”
“Darimana lu tau?”
“Gue ini udah temenan ama Refan sejak SD, mana mungkin
gue gak tau cara berpakaian Refan.”
“Terus dia sukanya apaan?”
“Kalau dulu itu kami sering memberikan dia baju kaos
aja.”
“Gitu ya?”
Dhani mengangguk mengiyakan.
“Kalau gitar dia suka gak?”
“Lu sama aja ngasih dia selingkuhan.”
“Maksudnya?” kata Gadis keheranan.
“Refan itu kalau sudah megang gitar, dia suka lupa
sama orang sekitarnya, gue aja sering marah kalau dia lagi megang gitar soalnya
gak menganggap gue ini ada.” Kata Dhani terkekeh-kekeh.
“Tapi dia suka kan?”
“Ya iyalah… dia bahkan bakalan memuja-muja lu Dis.”
Gadis mengangguk-ngangguk tanda paham.
“Oh ya Dis… selamat ya.”
“Apaan?” Gadis tambah bingung dengan Dhani yang selalu
berubah-ubah topik pembicaraan.
“Lu adalah cewek pertama yang bisa menjadi pacarnya
dan juga orang pertama yang mebuat Refan periang kembali.”
Gadis kaget mendengar kata “pertama.” Jadi Refan tak
pernah pacaran dong.
“Refan itu gak pernah pacaran ya?”
“Yep, lu adalah cinta pertamanya, kedua mungkin
setelah nyokapnya.” Kata Dhani terkekeh-kekeh.
“Terus lagu yang diciptain Refan itu maksudnya apaan?”
“Yang mana?”
“Yang titlenya Selamat Tinggal.”
“Ohh… itu lagu yang dia ciptakan buat bokapnya.”
“Yang bener?” kata Gadis setengah gak percaya.
“Beneran. Sewaktu bokapnya menikah lagi dia Malaysia,
dia shock berat dan dia langsung mengarang lagu itu.” kata Dhani meyakinkan.
“Jadi lagu itu tentang keluarganya ya?”
Dhani mengangguk dengan sangat meyakinkan.
Gadis hampir aja melompat saking gembiranya. Dia
benar-benar gak percaya bahwa dia adalah “The Special One” and “The First Love”
buat Refan.
“Kalau gitu gue pergi dulu ya?” kata Gadis melambaikan
tangan.
“Moga sukses ya.” Kata Dhani sambil melayani salah
satu pelanggannya.
“Thanks Dhan.” Gadis gembira.
Gadis tak melihat Refan seharian di kampus, dia sudah
berusaha menghubungi handphonenya Refan. Tapi tak diangkat.
“Dimana sih?” kata Gadis cemas.
“Eh.. lu liat Refan gak?” cegat Gadis ketika Eko
lewat.
“Sorry Dis, gue juga gak ketemu dia seharian ini.”
“Hhhmm… thanks ya.”
Eko mengangguk seraya melanjutkan langkahnya. Sepulang
kuliah Gadis langsung menuju ke rumah Refan.
“Ma… ada Refan gak?”
“Refan gak pulang seharian ini. Emang kamu gak ketemu
dia ya?” kata nyokap Refan heran.
Gadis menggelengkan kepala.
“Dia pergi kemana ya Ma?”
“Katanya sih ada urusan sama teman. Tapi dia gak
bilang kemana, dia juga bilang gak bisa masuk kuliah karena urusan itu penting
banget.” Nyokap Refan menjelaskan.
“Emang Refan ada urusan apaan?”
“Refan gak bilang tuh urusannya apaan.”
“Oh… kalau gitu Gadis pulang dulu ya Ma.” Gadis
memohon diri.
“Hati-hati ya nak.” Kata nyokap Refan lembut.
Sepanjang perjalanan pulang Gadis selalu kepikiran
Refan, kenapa Refan gak ngasih kabar? Kenapa Refan gak masuk kuliah? Apakah
Refan lupa bahwa besok adalah ulang tahunnya? Gadis langsung merebahkan diri
dikamarnya dengan perasaan sedih.
“Refan lupa.” Gumamnya pelan.
Dia masih mencoba untuk menghubungi handphone Refan
namun tak ada hasil. Handphone Refan malah gak aktif. Jam sudah menunjukkan
pukul 11 malam, tapi Gadis masih saja tak bisa tidur. Dia terus kepikiran
Refan. Dimana Refan?
Dia langsung menyalakan laptopnya. Dibukanya situs
facebook dan dia langsung mengunjungi profilnya Refan. “Berpacaran dengan Gadis
Ayu Sekarhari” yang terpampang diprofilnya Refan. Tak ada status terbaru dari
Refan. Dia langsung mengklik kolom beranda dan menulis status : Kamu dimana sih? Kok gak ada kabar?.
Gadis memainkan laptopnya hampir satu jam. Dia mendengar sayup-sayup suara
nyanyian.
“Siapa sih malam-malam nyetel lagu sekeras ini?” gumam
Gadis kesal.
Tunggu dulu, dia mengenal suara yang menyanyi. Apakah
itu Refan? Dia langsung berlari keluar kamar. Diluar sudah banyak teman-teman
kostnya bergerombol menyaksikan siapa orang gila yang nyanyi tengah malam
didepan kost mereka.
“Refan?” kata Gadis memicingkan matanya karena tak
jelas melihat.
Jujur baru pertama kali
Aku jatuh cinta.
Kepada seorang wanita yang
cantik jelita.
Dia yang bernama Gadis Ayu
Sekarhari.
Dia telah mencuri.
Cintaku…. Ini….
Gadis menggigit bibir menahan rasa bahagianya. Dia
menangis terharu melihat Refan dan teman-temannya mau melakukan surprise yang
diluar perkiraannya. Ternyata Refan merencanakan surprise bersama teman-teman
satu bandnya. Refan berdiri memegang seikat bunga mawar merah sambil bernyanyi.
Anton dan Daud memainkan gitar sebagai pengiring musik. Sedangkan Dhani sibuk
dengan kameranya mendokumentasikan kejadian tersebut.
BUKK…
Sebuah sepatu butut tepat mendarat dikepala Dhani.
“Ini tengah malam tau!” kata salah seorang tetangga
yang terganggu dengan kelakuan Refan dan teman-temanya.
“Sorry tante.” Kata Dhani sambil memegang kepalanya.
“Happy birthday ya?” kata Refan kepada Gadis.
Teman-teman satu kost Gadis semuanya cekikikan. Ada
yang iri dan ada juga yang turut berbahagia. Enita datang membawa kue dengan
lilin berbentuk angka 20.
“Lu ikutan juga ya En?” kata Gadis kaget melihat
Enita.
“Nih orang ngajakin gue.” Kata Enita menunjuk Refan.
“Gue juga terpaksa mengendap-ngendap biar bisa keluar rumah.”
“Tiup dong lilinnya” kata Fanya dibelakang bersama
teman-temannya.
“Make a wish first.” Kata Refan.
Gadis menutup matanya. Dia berharap dia bisa bersama
Refan selamanya. Dia juga tak lupa berterima kasih karena sudah diberikan
seorang Refan yang begitu mencintainya. Gadis membuka matanya. Dan dia langsung
meniup lilinnya.
“Cium… cium…” goda Dhani belakang.
“Cium… cium…cium…cium…cium” kata semua orang yang ada
disana serempak.
Gadis mendaratkan bibirnya dipipi kanan Refan.
“Kok dipipi doang sih?” goda Anton.
“Dibibir dong.” Sambung Daud.
Gadis langsung menutup matanya. Dirasakannya bibir
Refan yang lembut.
“Woooooooooo…..” sorak semua orang ketika Refan dan
Gadis berciuman.
Itu adalah ciuman pertama Refan. Pipi Gadis langsung
merona. Dan Refan hanya terdiam menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Gadis dan Refan benar-benar bahagia saat itu.
10. Finally!!!
“Kok banyak gambar Fanya sih?” Gadis protes ketika
menyaksikan video itu.
“Abis dia cantik.” Kata Dhani malu-malu.
“Lu suka ama dia ya?” goda Enita.
“Pastinya…” kata Anton ama Daud bersamaan.
Dhani terdiam malu. Mereka semua tertawa
terbahak-bahak.
“Yang pentingkan momen-momen penting udah direkam
seluruhnya.” Refan menambahkan.
“Ciyyeeee.” Kata Enita.
“Kalau lu masih jomblo gak En?” kata Anton.
Enita mengangguk.
“Lu ama gue aja gitu, biar adil.” Goda Anton.
“Adil apanya? Refan sama Gadis, Dhani dengan Fanya,
dan lu dengan Enita. Lah gue sama siapaa?” protes Daud.
“Tuh sama pohon mangga.” Balas Anton.
“Jangan mau En, Anton ini playboy kelas hiu.” Kata
Dhani.
“Hiu? Setau gue cuman sampai kelas kakap doang.” Enita
tertawa.
“Karena Anton ini udah kelas berat, maka kelasnya
lebih tinggi dari kelas kakap.” Daud menambahkan.
“Ton, lu ingat gak pacar lu berapa?” kata Dhani.
“Gue gak punya pacar.” Balas Anton.
“Tuh kan, dia lupa pacar-pacarnya siapa aja. Emang
Lucy lu kemanain?” canda Dhani.
“Dia adek gue dodol.”
“Hahahahaha.”
“Gue cabut dulu, gue mau jaga toko.” Kata Dhani pamit.
“Gue ikutan Dhan.” Kata Daud.
“Kalau gitu gue juga pulang ahh, see ya.” Kata Anton
mengedipkan matanya kepada Enita.
“Hati-hati ya all.” Kata Enita.
Refan mengantarkan mereka bertiga keluar.
“Lu gak serius kan Ton?” kata Refan sambil berjalan.
“Mana ada yang gak suka ama Enita, udah cantik, kaya
lagi.” Kata Anton.
“Lu gak mengincar kekayaannya kan?”
“Emang gue cowok serendah itu apa? Lagian kita juga
bakalan lebih kaya dari dia kalau band kita berhasil.” Kata Anton tersinggung.
“Sorry sorry.” Kata Refan.
“Doain gue ya?” kata Anton sambil menaiki motornya.
“I will.”
Anton memang menyukai Enita sudah lama. Enita itu
cantik, pandangannya galak namun menenangkan, orangnya juga modis, pake pakaian
apaapun juga cocok. Wajar kan orang nya cantik. Anton marah besar ketika Refan
menolak Enita.
“Lu itu gak tau diri Fan!” kata Anton penuh emosi
waktu itu.
Refan tak memperdulikannya waktu itu, dia tau betul
bahwa Anton sangat menyukai Enita. Karena itu Enita dia tolak agar Anton bisa
memiliki kesempatan.
“Anton tadi gak serius kan?” tanya Enita ketika Refan
baru duduk.
Refan hanya mengangkat bahu. Enita mulai terlihat
ragu.
“Oh ya Dis… utang lu ama gue gak usah lagi dibayar.”
Kata Enita santai.
“Kenapa En?” Gadis tak percaya apa yang didengarnya.
“Utang lu udah gue anggep lunas.”
Gadis dan Refan tersentak kaget. Mereka berdua saling
berpandangan.
“Sebenernya dulu itu gue emang berencana membuat lu
ngutang ama gue.” Enita menghembuskan
napasnya pelan. “Itu gue lakukan agar lu gak bisa kemana-mana dan selalu
bersama gue.”
Gadis terdiam mendengar kata-kata Enita, dia sadar
bahwa sebenarnya maksud Enita itu baik. Enita menjelaskan semuanya kepada Gadis
dan Refan. Tak ada satu katapun yang dikarangnya, semuanya diceritakan dengan
jujur. Gadis terpaku mendengarkan penjelasan Enita.
“Maafin gue ya Dis.” Kata Enita penuh harap.
“Lu gak perlu minta maaf En, seharusnya gue berterima
kasih sama lu karena udah menjadi sahabat yang baik buat gue dan juga kalau
bukan karena lu, gue gak bakalan kenal sama Refan.” Kata Gadis tulus.
Enita tertunduk malu. Dia malu dengan dirinya sendiri.
Dia malu karena telah membuat Gadis menderita, juga sama Refan.
“Welcome back Enita.” Kata Refan bijak.
Enita tersenyum mendengar kata-kata itu. Seperti
inilah Enita yang dikenal Refan dahulu. Enita yang baik, kuat dan menyenangkan,
bukan Enita yang judes, angkuh dan otoriter.
“Jadi kita harus bertengkar dulu ya buat bisa
temenan.” Kata Enita.
Refan dan Gadis tertawa. Namanya juga persahabatan.
Untuk menciptakan kesetiaan yang hakiki, semuanya harus bisa melewati jurang
ketidakpahaman. Baik itu diselesaikan dengan cara bertengkar ataupun saling
curhat. Enita melunaskan hutang Gadis kepada bukanlah menarik perhatian Refan.
Tapi kali ini dia lakukan berdasarkan pertemanan, berdasarkan persahabatan yang
benar-benar baru pernah dijumpainya.
Enita duduk dikamarnya sambil mendengarkan musik.
Sebelum pulang Refan sempat memberikan lagu-lagu ciptaannya kepada Enita. Dan
lagu yang paling disukainya adalah lagu “Kita Adalah Teman.”
Tenanglah
engkau kawan
Janganlah
engkau bimbang
Kita
adalah teman
Yang
saling memperhatikan
Bila
resah menerpa
Segeralah
bercerita
Karena
kau dan aku adalah
Teman
selama-lamanya
Teman
selamanya...
Teman
selamanya...
Refan pulang keadaan capek sekali, kuliah hari itu
terasa sangat melelahkan. Saat Refan memasuki kamarnya Refan kaget ada tamu
dirumahnya. Tamu itu seorang laki-laki memakai jas berwarna hitam. Dia sedang
berbicara dengan nyokapnya Refan.
“Kamu pasti Refan.” Kata laki-laki itu berdiri dan
menyalami Refan.
Refan bingung darimana orang itu tau namanya.
“Saya Agung dari Sony BMG Record. Kami tertarik
mendengar demo yang kalian kirimkan enam bulan kemaren. Kami ingin mengajak
band kamu bekerja sama dengan label kami.” Kata laki-laki itu menjelaskan
maksud kedatangannya.
Refan hampir aja pingsan mendengar apa yang baru saja
dilontarkan oleh laki-laki itu. usahanya menemukan titik terang.
“Sekarang saya mau bertemu dengan personil band kamu.
Bisa kamu suruh mereka datang sekarang?”
“Bisa pak.” Refan langsung menghubungi handphone
Dhani.
“Lu datang ke rumah gue sekarang, penting!”
“Emang apaan sih?” kata Dhani penasaran.
“Pokoknya dateng aja, jangan lupa ajak Anton ama Daud.
Oke?”
“Oke oke.”
-Klik-
Refan mengobrol dengan Agung agen dari Sony BMG Record
tersebut. Refan berbicara dengan penuh semangat. Setengah jam kemudian datang
Dhani, Anton, dan Daud.
“Ini personil band saya pak. Ini Anton, Daud, dan
Dhani.” Kata Refan memperkenalkan mereka bertiga.
Agung langsung menjelaskan maksud kedatangannya.
Mendengar hal itu serentak Dhani, Anton, dan Daud melonjak gembira.
“Tenang… tenang… kita akan berangkat ke Jakarta dalam
waktu dekat. Oke?” kata Agung tersenyum melihat tingkah empat remaja tersebut.
“Tapi bagaimana dengan ongkos keberangkatannya pak?”
kata Refan.
“Semuanya ditanggung oleh pihak perusahaan, kalian
cuman membawa barang-barang yang kalian perlukan aja.”
“Terima kasih pak.” Kata mereka berempat serempak.
“Iya, saya ingin pergi dulu. Nanti saya akan hubungi
kalian lagi.”
“Iya pak.” Kata Refan penuh semangat.
Setelah Agung pergi, Refan langsung menghubungi Gadis.
Diceritakannya bahwa dia berhasil mendapatkan kontrak Major Label. Gadis
terdengar girang diseberang telepon.
“Selamat ya Say…” kata Gadis penuh kegembiraan.
“Kami akan berangkat ke Jakarta dalam waktu dekat.
Untuk proses rekaman.”
Gadis terdiam mendengar hal itu. itu berarti dia akan
terpisah jauh dengan Refan. Gadis ingin sekali melarang Refan untuk pergi. Tapi
ini adalah mimpi Refan, Refan sudah mengorbankan banyak hal untuk
mewujudkannya. Gadis tidak ingin menjadi orang yang egois, dia ingin melihat
Refan bahagia.
“Kayaknya gue bakalan benar-benar memuja elu.” Kata
Enita kepada Refan di café.
“Harus dong, elu harus jadi fans fanatik kita-kita.”
Kata Dhani menggantikan Refan.
Gadis hanya senyum-senyum melihat mereka. Refan
menyadari Gadis sedih akan terpisah dengannya untuk beberapa waktu.
“Dis, bisa ikut gue gak?” kata Refan.
Gadis mengikuti Refan dari belakang. Anton, Daud,
Dhani dan Enita memandang mereka sedang berbincang diluar café.
“Gue pasti akan pulang kok. Gue pergi gak akan lama.”
Refan menjelaskan.
“Tapi gue gak mau jauh sama lu Fan.” Gadis menangis.
“Cuman sebentar aja kok Dis, lu mau kan menunggu gue?”
Gadis terdiam beberapa saat.
“Gue gak mau elu sedih, tapi gue mohon izinkan gue
pergi sebentar.”
Gadis akhirnya mengangguk pasrah.
“Tapi elu harus ngasih kabar sama gue.” Kata GAdis.
“Pasti.”
“Janji?”
“Janji.”
11. Metal
Love.
Sudah dua tahun semenjak kepergian Refan. Gadis tak
mendapat kabar dari Refan sama sekali. Dia sudah berusaha mengubungi Refan,
menelpon, mengirim pesan lewat jejaring sosial dan juga E-Mail, namun masih
saja tak ada balasan dari Refan. Gadis mengikuti kabar dari Refan hanya dari
infotaiment ditelevisi ataupun majalah. Gadis benar-benar sedih Refan sudah
melupakan janjinya kepadanya.
“Refan sudah melupakan gue En.” Kata Gadis sedih.
“Refan gak bakalan melupakan lu, gue tau Refan dan dia
gak bakalan seperti itu.” kata Enita menenangkan.
Gadis terdiam menyaksikan video ulang tahunnya yang ke
20. Dia melihat Refan sedang mencium dirinya. That was Refan first kiss, and
maybe Gadis last kiss. Gadis ingin sekali menangis kalau berpikir hal itu.
“Sekarang lebih baik lu istirahat aja dulu.” Kata
Enita.
Gadis segera merebahkan tubuhnya diranjang empuk milik
Enita. Selama dua tahun ini Gadis tinggal di rumah Enita atas ajakan Enita
sendiri. Enita bosan gak punya teman ngobrol dirumahnya. Dia gak meminta izin
sama sekali sama orang tuanya karena mereka juga gak peduli siapa saja teman
Enita yang datang ke rumahnya.
“Lu udah beli tiket konser Radical band gak?” tanya
Eko dikampus.
“Belum.” Kata Gadis.
“Lu bisa nyarikan kita tiketnya gak?” kata Enita.
“Bisa, gue punya temen yang jadi panitia acara
tersebut.” Kata Eko.
“Makasih ya Ko.” Kata Enita.
Eko menatap Gadis yang sedih, Gadis selalu murung
ketika dia kehilangan kontak dengan Refan sejak satu tahun yang lalu.
“Refan gak bakalan melupakan lu Dis.” Kata Eko mencoba
menghibur.
“Makasih Ko.” Kata Gadis tersenyum hampa.
Eko segera beranjak meninggalkan Gadis dan Enita.
Gadis masih saja terlihat murung. Enita sudah sekuat tenaga menghibur Gadis
namun tak ada hasil.
Selama perkuliahan Gadis tidak memperhatikan sama
sekali. Dua semester belakangan nilai Gadis anjlok. Gadis selalu kepikiran
Refan.
“Gue baru bersama Refan empat bulan, dan kini sudah
dua tahun gue harus terpisah dengannya.” Gumam Gadis dalam hati.
Gadis berusaha setegar mungkin. Dia masih percaya
bahwa Refan akan pulang. Lagian sebentar lagi konser Refan akan digelar.
Tandanya dia bisa berjumpa dengan Refan lagi.
Gadis dan Enita sudah berada di lapangan Murjani sejak
jam empat sore. Sebenarnya konser baru akan digelar jam delapan malam. Tapi
Gadis ingin mendapatkan tempat terdepan agar bisa melihat Refan dengan jelas.
“Mau?” kata Enita memberikan jagung bakar.
“Makasih ya.” Senyum Gadis.
Suasana malam itu riuh banget. Gadis dan Enita sudah
berdiri dibarisan paling depan. Enita dapat menyaksikan wajah Gadis yang penuh
semangat. Gadis menunggu Refan dengan penuh harap.
“Yeeeaaaahhhh!!!!” suara para penonton ketika Refan
sudah berada diatas panggung.
Refan memainkan gitarnya dengan penuh penghayatan.
Lagu pertama yang dibawakan adalah lagu andalan Refan yaitu “I Stand Alone.”
Para penonton semuanya meloncat-loncat mengikuti gebrakan irama Refan Cs.
Dilanjutkan dengan lagu kedua yang berjudul “My Wishes.” Terus lagu “She So
Beautiful” dan “Kita Adalah Teman.” Enita begitu menikmati lagu Kita
Adalah Teman karena lagu itu
diciptakan Refan untuknya.
“Lagu ini gue ciptakan untuk orang yang benar-benar gue
sayangi, gue berharap dia disini melihat gue menyanyikan lagu ini untuknya. Ini
adalah single terbaru Radical band.” Kata Refan diatas panggung.
Para penonton
bersorak riuh.
“Gadis.” Kata Refan diatas panggung.
Mendengar itu Gadis langsung tersentak kaget. Enita
tersenyum melihat Gadis.
“Apa gue bilang, dia gak bakalan melupakan elu.” Kata
Enita samar karena teriakan para penonton lain.
Daud memulai dengan permainan keyboardnya. Semua
penonton mengangkat tangannya.
Jujur baru pertama kali
Aku jatuh cinta.
Kepada seorang wanita yang
cantik jelita.
Dia yang bernama Gadis Ayu
Sekarhari.
Dia telah mencuri.
Cintaku…. Ini….
Refan menyanyi sambil memejamkan matanya. Gadis
menangis terharu mendengar lagu itu. Itu adalah lagu yang Refan ciptakan
untuknya ketika dia ulang tahun ke 20. Bahkan dengan jelas namanya disebutkan
dalam lagu itu. Gadis benar-benar menangis bahagia. Dia tak bisa membendung air
matanya.
“Gadis, gue tau elu disini. Gue harap lu bisa
mendengar gue bahwa gue gak akan melupakan elu.” Refan berujar ketika lagu itu
selesai.
Gadis benar-benar hampir kehabisan napas karena saking
bahagianya. Enita langsung memeluk Gadis.
“See…” kata Enita.
Gadis mengangguk senang.
Konser ditutup dengan lagu “Forever I.”
Forever I…
Will always try to keep you smile.
And I will never let you
cry.
And I will forever stay.
Forever I’ll be there.
Penutupan yang dilakukan Refan dan teman-teman begitu
dramatis. Sehingga para penonton benar-benar puas dengan penampilan mereka.
Gadis dan Enita segera berlari kebelakang panggung. Dia melihat Refan bersama
Anton, Daud, dan Dhani berjalan menuju mobil. Gadis berteriak memanggil Refan,
namun Refan tak menoleh sedikitpun. Dia langsung mengurung dirinya didalam
mobil untuk menyelamatkan diri dari serbuan fans beratnya. Gadis tak mau
menyerah. Dia ikut mengejar mobil Refan dengan para fans yang lain. Enita
mengejar Gadis dan langsung menangkapnya.
“Itu Refan En!” kata Gadis hampir berteriak.
“Udah, gak usah lu kejar.”
“Tapi En… itu Refan!”
“Gue juga tau! Tapi Refan gak mau diganggu sekarang!”
kata Enita gemas. “Lu liat kan sekarang, Refan sudah menjadi idola semua orang.
Kita gak bisa begitu aja memanggilnya dan berharap dia memalingkan wajah.”
Gadis hanya terdiam.
“Dis, lebih baik kita tunggu aja. Refan pasti akan
mencari lu. Lagipula lu dengar sendiri kata-kata dia dipanggung tadi kan?”
Enita menambahkan.
Gadis langsung tertunduk. Kata-kata Enita memang
benar, Gadis harus bisa bersabar.
“Kita pulang yuk.” Ajak Enita.
Gadis menuruti ajakan Enita. Selama perjalanan pulang
Gadis hanya diam, dia memikirkan Refan.
“Refan udah berubah.” Pikir Gadis.
Refan tidak pernah masuk kuliah karena sibuk dengan
pekerjaannya sebagai artis. Sesekali dia selalu berpikiran bahwa Refan sedang
duduk disampingnya menemani dia.
“Ke kantin yuk?” Enita menghampirinya.
Gadis mengangguk, dilihatnya suasana kampus yang
begitu rame. Banyak dari para mahasiswa sedang sibuk belajar. Tapi dalam
pandangan Gadis semua itu tak ada gunanya kalau tidak ada Refan.
“Es Cappucino ya mbak, kalau lu apa Dis?”
“Terserah aja.”
“Es Cappuccino-nya dua mbak.” Kata Enita pada penjaga
kantin.
Gadis sedang memainkan handphonenya. Dilihatnya foto
dia dengan Refan yang begitu mesra. Dalam foto itu Refan sedang mencium kening
Gadis. Gadis ingat betul kejadian itu, tepat satu hari sebelum keberangkatan
Refan. Foto itu diambil di rumah Enita. Enita sendiri lah yang mengabadikan
kejadian itu. Sebuah kenangan yang tak pernah terlupakan, sebuah momen yang
begitu mengharukan antara Gadis dan Refan. And Her last moment with Refan.
“Tadi malam Anton nelpon gue.” Kata Enita. “Dia bilang
mereka akan disini beberapa waktu karena tur mereka udah kelar.”
“Oh ya?”
“Iya, dia juga bilang ama gue dia akan menemui gue di
café yang dulu mereka biasa manggung.”
Enita dan Anton berpacaran sudah lama. Anton nembak
Enita seminggu sebelum bandnya diberi kabar Major Label akan mengontraknya.
Anton nembak Enita di café dimana dia dan Refan biasa manggung. Saat itu Anton
benar-benar gugup untuk mengungkapkan perasaannya kepada Enita. Gadis juga
menyaksikan kejadian itu.
“Enita?” kata Anton gugup.
“Kenapa Ton?” kata Enita santai.
“Lu… elu…” kata Anton terbata-bata.
“Iya?” kata Enita mendengarkan.
“Lu… lu.. emmm…” Anton tidak bisa menyelesaikan
kata-katanya.
Enita menunggu apa yang akan dikatakan Anton.
“Lu… lu…” Anton menelan ludah. “Lu mau ga…k?
“Lu nembak gue ya?” Enita menebak.
Anton langsung tertunduk malu.
“Gue mau Ton.” Kata Enita tersipu.
“Beneran?” kata Anton gak percaya.
“Iya, gue mau jadi pacar lu.” Sambung Enita.
Tanpa sengaja Anton menyemprotkan minuman yang sudah
berada dalam mulutnya dan mengenai Enita.
“Anton!” kata Enita sewot sambil menyeka mukanya.
“Baru aja jadian udah nyari gara-gara lu.” Ledek Daud.
“Sorry ya… sorry..” Anton langsung membersihkan wajah
Enita dengan tisu.
Enita terdiam menerima perlakuan Anton, dia merasa
bahagia. Baru pertama kali ada cowok berani nembak dia secara terang-terang.
Kebanyakan cowok lain yang nembak Enita beraninya hanya lewat sms atau sama mak
comblang kampungan.
“Suit suittt.” Siul Refan.
Anton dan Enita sama-sama tersipu malu.
“Lu mau ikut gak? Kali aja dia ngajakin Refan.” kata
Enita mengaduk Es Cappucino-nya.
“Boleh.” Kata Gadis bersemangat.
Anton sedang duduk di café tempat biasa mereka
manggung dulu. Banyak kenangan yang terlukiskan di café itu. Dilihatnya
sekeliling, hanya sedikit yang berubah.
“Mas Anton ya?” kata salah satu pelayan.
“Ipul?” kata Anton kaget.
“Alhamdulillah mas Anton masih ingat.” Kata Ipul
senang.
“Duduk sini Pul, temenin gue bentar.”
“Saya gak bisa mas, takut ketahuan atasan.” Ipul
menolak.
“Gak apa-apa kok, biar gue yang belain lu.”
“Baik lah kalau gitu.”
“Gak berubah elu ya Pul?”
“Saya masih Ipul yang dulu mas.” Kata Ipul merapikan
rambutnya.
“Oh ya Pul, Enita ama Gadis masih sering gak kesini?”
“Sering mas, mereka biasanya kesini setiap hari
minggu.”
“Ohh…”
“Mas Refan mana mas?”
“Dia katanya lagi gak ingin keluar, katanya sih mau
melepas rindu ama nyokapnya gitu.” Kata Anton mengangkat alis.
Enita dan Gadis memasuki café. Enita sedang memakai
baju kaos Metallica pemberian Anton sedangkan Gadis memakai kemeja berwarna
biru cerah.
“Hey…!” kata Enita langsung memeluk Anton.
“Saya permisi dulu ya mas.” Ipul beranjak.
“Pul, Orange juice ya.”
“Baik mbak. Kalau mbak Gadis?”
“Jus alpukat aja.”
“Baik mbak.” Ipul langsung menuju dapur.
“Refan mana Ton?” Gadis langsung menanyakan Refan.
“Dia katanya hari ini lagi males keluar.”
“Ohh…” kata Gadis kecewa.
“Tenang aja Dis, dia masih Refan yang dulu kok.”
Gadis memandang Anton.
“Refan pernah kehilangan handphone waktu kami manggung
di Sulawesi, dia kalang kabut karena kehilangan nomer telepon lu. Tapi untung
dia masih punya foto lu di laptopnya.” Anton meminum Latte miliknya.
“Ini mbak.” Kata Ipul menyerahkan pesanan Gadis dan
Enita.
“Makasih ya Pul.” Kata Gadis.
“Sama-sama mbak.” Kata Ipul kembali menuju dapur.
“Dia membuka akun facebooknya, dicari-carinya nomer
handphone lu tapi gak ada. Tapi jujur aja ya, Refan itu teriak-teriak
kegirangan waktu nerima E-Mail dari lu.”
“Tapi kenapa dia gak ngebalas pesan gue dijejaring
sosial?” kata Gadis minta penjelasan.
“Kami gak diizinkan manajer kami karena itu bersifat
membuka jalur kepada fans.” Anton menjelaskan. “Kalau seandainya kami membalas
pesan dari fans, satu aja. Maka bisa berabe masalahnya. Akan banyak fans yang
lain akan protes sama kami.”
Gadis dan Enita mendengar penjelasan Anton, dan juga
cerita saat mereka manggung di daerah lain. Anton ingin sekali menceritakan
kejadian di Sulawesi, tapi diurungkannya.
“Lu tau gak, Daud sekarang berpacaran ama artis papan
atas lho.” Kata Anton.
“Oh ya? Emang siapa pacarnya?” kata Enita penasaran.
“Daud kini berpacaran Sarah Yuanita.”
“Pemain film Sang Mentari itu ya?” kata Enita kaget.
Anton mengangguk sambil meneguk minumannya.
“Keren juga tuh Daud, sampe artis cantik kayak Sarah
itu bisa didapatkannya. Tapi gak beritanya lho Say.” Kata Enita.
“Emang, mereka berdua merahasiakannya dari media.
Katanya Daud dia kurang suka kalau berpacaran terlalu diekspos oleh media.”
Anton kini mengaduk-ngaduk minumannya. “Dia juga bilang ama gue, Refan dan
Dhani bahwa dia sebenarnya iri kami bisa mendapatkan pacar sebelum terkenal.”
“Dhani udah punya pacar ya?” kata Gadis heran.
“Iya.” Kata Anton meyakinkan.
“Siapa?”
“Fanya.”
“Fanya?” kata Gadis dan Enita berbarengan.
“Emang Fanya gak pernah cerita ya?”
“Enggak.” Kata Gadis.
“Kapan mereka jadian?” kata Enita semakin penasaran.
“Dua hari sebelum kami berangkat, gue ama Refan
saksinya.”
“Oh ya?”
Anton mengangguk pasti. “Lucu lho cara Dhani nembak
Fanya.”
Gadis dan Enita menunggu Anton melanjutkan.
“Waktu itu Fanya datang ke tokonya Dhani, gue ama
Refan juga disitu. Dhani sumpah kayak orang kesetanan waktu itu ngeliat Fanya.”
“Terus terus?” Enita semangat mendengarkan.
“Terus Dhani nembak Fanya pake puisi, kalo gak salah
isinya itu ‘Engkaulah sang pupuk yang menuyuburkan tanaman cintaku’, itu yang
paling gue ingat.”
“Terus gimana reaksi Fanya?” kini Gadis yang
menanggapi.
“Marah.” Kata Anton santai.
“Marah? Kenapa Fanya marah?” kata Enita bingung.
“Siapa juga yang mau diibaratkan pupuk? Iya kalau
pupuk nabati, kalau pupuk hewani gimana? Bau kan?”
“Hahahahahaha” Enita dan Gadis tertawa berbarengan.
“Terus gimana ceritanya sampai Fanya nerima Dhani?”
kata Enita.
“Dhani menjelaskan isi puisi itu, Dhani bilang bahwa
dia ingin menjadi pacarnya.”
“Dan Fanya terima, iya kan?” kata Gadis menebak.
“Iya” kata Anton sambil mengangguk.
“Seluruh pengunjung disana menyaksikan hal itu, gue
juga sempat mengabadikan hal itu lewat handphone gue… nih videonya.”
Enita dan Gadis menyaksikan dalam video itu Dhani
sedang berusaha keras merayu Fanya.
“Fanya, gue sudah jatuh cinta sama lu pada pandangan
pertama, gue ingin selalu bersama lu, gue membutuhkan lu berada disisi gue. Gue
emang tau gue ini anak miskin, tapi gue ini kaya akan cinta Fanya.” Kata Dhani
dalam video itu. “Gue sering gak bisa tidur karena selalu memikirkan lu, dan
gue yakin elu pasti capek karena selalu berjalan dalam pikiran gue.”
Fanya terlihat sedang bingung dalam video itu, dia
terlihat sedang mempertimbangkan.
“Fanya? Lu mau gak jadi pacar gue?” kata Dhani
berlutut dihadapan Fanya.
Fanya tambah bingung, antara malu dan tersipu Fanya
akhirnya mengangguk.
“Beneran?” kata Dhani.
Fanya kembali mengangguk.
“Yes yes yes yes yessssss!” Dhani bersorak kegirangan.
Dhani berlari-lari seperti orang kesetanan. Terdengar
suara Refan dan Anton tertawa melihat kelakuan Anton.
“Gue diterima! GUE DITERIMA!” Dhani berteriak seperti
orang kesurupan.
“Udah dong Dhan, malu dilihat orang.” Tegur Fanya.
“Eh… iya iya… sorry ya beib.” Dhani menunduk-nunduk.
Video yang berdurasi 16 menit itu begitu jelas
menceritakan kegilaan Dhani.
“Gue gak nyangka Dhani orangnya kaya gitu.” Kata Gadis
kepada Dhani.
“Seperti itu lah Dhani, penuh dengan kegilaan.” Kata
Anton terkekeh-kekeh.
“Oh ya Dis, sebaiknya lu jangan menemui Refan dulu.”
Anton mengatakan kepada Gadis.
“Emang kenapa?” kata Gadis keheranan.
“Pokoknya jangan dulu deh, Refan lagi pengen
sendirian.”
“Lu sama Refan punya rencana ya?” kata Gadis curiga
“Enggak kok.” Kata Anton terlihat meragukan.
Gadis semakin
bingung dengan apa yang terjadi, Refan gak mungkin menjaga jarak dengan dia
kalau gak ada apa-apa.
“Gue mau pulang dulu ya? Gue lagi ada urusan.” Kata
Anton berdiri.
“Eh… iya.” Kata Gadis.
“Say, entar malam diner yuk?” kata Anton kepada Enita.
“Boleh… jemput gue ya…” kata Enita manja.
“Entar jam delapan gue ke rumah lu, oke?”
“Oke…”
“Bye… Bye Gadis.” Kata Anton menjauh.
“Bye…” Enita dan Gadis bersamaan.
“Gue curiga deh ama Anton, dia ama Refan pasti punya
rencana deh.” Kata Gadis menatap mobil Anton yang semakin menjauh.
“Masa sih?” kata Enita pura-pura gak tau.
Gadis hanya diam, dia sibuk dengan pikirannya
sekarang. Dia sedang menebak-nebak apa yang sedang direncanakan oleh Refan.
Sedangkan Enita hanya tersenyum melihat Gadis. Enita benar-benar tau apa yang
sedang direncanakan Refan kepada Gadis, dia bahkan terlibat dalam rencana itu.
“Gimana menurut lu, bagus gak?” kata Enita malam itu.
“Wahhh… lu cantik amat.” Puji Gadis.
“Beneran? Makasih ya.” Kata Enita melihat Gadis
mengangguk.
“Tuh Anton udah datang.” Kata Gadis ketika melihat
cahaya lampu mobil.
“Ihh… ini dinner pertama gue ama Anton.” Kata Enita
penuh semangat.
“Gue yang bukain ya?” Gadis melangkah menuju pintu.
Dibukakannya pintu, Gadis kaget melihat Anton yang
begitu rapi. Dengan jas berwana hitam Anton kelihatan gagah sekali.
“Lu tinggal disini ya Dis?” kata Anton.
“Iya, sekarang gue tinggal ama Enita.”
“Enita mana?”
“Tuh.” Kata Gadis
menunjuk Enita yang sedang berjalan menuju mereka dengan memakai gaun
hitam berpadu mini jacket berwarna hitam juga.
“Wow.” Kata Anton terkesima.
“Kita jadi pergi nih?” kata Enita ketika melihat Anton
menatap dirinya tanpa berkedip.
“Jadi.” Kata Anton sambil mengangguk-ngangguk.
“Kami pergi dulu ya Dis.” Kata Enita.
“Have Fun…” kata Gadis melambaikan tangan.
Gadis menutup pintu ketika Anton dan Enita sudah menjauh.
Dia berjalan menuju kamarnya dan langsung merebahkan diri diranjang saat sudah
sampai.
“Refan.” Gadis berbicara kepada dirinya sendiri.
Rasa kantuk mulai menyerangnya sehingga dia terlelap.
Gadis bermimpi Refan sedang berdiri memakai jas putih dan sedang memegang
seikat mawar putih.
Gadis bangun dengan perasaan yang tidak dia mengerti.
Dia segera beranjak menuju kamar mandi. Selesai mandi dia langsung menuju
dapur. Dilihatnya Enita sedang meyiapkan sarapan.
“Udah bangun ya?” kata Enita.
“Gimana dinner tadi malam?” kata Gadis mengucek
matanya.
“Romantis.” Menurut Enita itulah kata yang tepat.
Gadis tersenyum mendengarnya. Dia bahagia kalau Enita
bahagia.
“Nih. Sarapan dulu, habis itu kita langsung berangkat
kuliah.” Enita menyodorkan sepirin nasi kepada Gadis.
Gadis mengangguk.
Dikampus Gadis bingung melihat sekelompok maahasiswa
berkumpul mengelilingi sesuatu.
“Ada apaan sih?” tanya Gadis sama Enita.
“Tau…” Enita mengangkat bahunya.
Gadis mencoba melihat-lihat aapa yang sedang terjadi.
Refan keluar dari kerumunan.
“Hi.” Sapa Refan.
Gadis cukup kesal dengan Refan, setelah sekian lama
Refan gak memberi kabar. Kini dia hanya mengatakan “hi”?
Refan tersenyum melihat Gadis yang hanya diam.
“Lu bisa ikut gue?” kata Refan kepada Gadis.
Gadis mengangguk.
“Bentar ya En.” Kata Refan mengedipkan mata.
Enita hanya tersenyum.
“Kenapa sih gak ngasih kabar sama sekali?” kata Gadis
ketika mereka sudah berada ditempat yang cukup sepi.
Refan tak menjawab.
“Gue khawatir tau!” kata Gadis mulai emosi.
Refan masih tak menjawab, dia membiarkan Gadis
meluapkan perasaan.
“Maafin gue Dis.” Kata Refan ketika melihat Gadis
sudah diam.
“Maaf? Jadi setelah lu bikin gue merana lu cuman
bilang maaf?” kata Gadis sewot.
“Gue tau gue udah salah sama lu.” Kata Refan menyesal.
Gadis diam memberikan Refan untuk berbicara.
“Sewaktu handphone gue hilang, gue benar-benar
bingung, gue udah kehilangan nomer lu. Gue nyoba menelpon Enita untuk meminta
nomer lu. Tapi ternyata Enita ganti nomer, Anton pun masih belum punya nomer
Enita yang baru. Ketika Anton dapat nomer Enita yang baru gue langsung menelpon
dia. Tapi Enita bilang lu gak mau memberikan nomer lu.”
Gadis ingat saat itu dia benar-benar marah sama Refan,
sehingga dia menolak Enita memberikan nomer handphonenya kepada Refan.
“Gue waktu itu benar-benar sedih, tapi ketika gue
nerima E-Mail dari lu, gue benar-benar bahagia. Setidaknya gue tau keadaan lu
sekarang. Gue gak sempat membalas E-Mail lu karena jadwal tur gue benar-benar
padat. Gue hanya sempat membaca tanpa sempat membalasnya.”
Gadis diam mendengar penjelasan Refan.
“Gue sangat mencintai lu Dis.” Kata Refan sambil
berlutut.
Gadis bingung dengan tingkah Refan, dia gak pernah
melihat Refan seperti itu. Refan mengeluarkan kotak kecil.
“Will you marry me?” kata Refan membuka kotak itu dan
terlihat cincin dengan berlian yang menjadi mata cincinnya.
Gadis terpaku. Dia takjub melihat Refan sedang
melamarnya. Dia ingat mimpinya tadi malam, Refan tidak sedang memakai jas putih
dan memegang seikat mawar putih. Tapi Refan sekarang memakai baju kemeja hitam
memegang cincin dan sedang berlutut dihadapannya. Refan melamar Gadis.
“Mama? Papa?” kata Gadis bingung melihat orang tuanya
sedang berdiri bersama nyokapnya Refan dibelakang Refan.
“Sewaktu Refan di Sulawesi Refan datang ke rumah dan meminta
izin untuk melamar kamu.” Kata nyokapnya Gadis.
Gadis juga melihat Anton dengan Enita, Dhani dengan
Fanya dan Daud bersama Sarah, pemain film itu.
“Gadis. Will you marry me?” kata Refan mengulangi.
Gadis mengangguk sambil meneteskan air mata.
“Yes… I will.” Kata Gadis penuh haru.
Refan langsung memeluk Gadis, semua orang yang
menyaksikan kejadian itu bertepuk tangan. Refan menepati janjinya. Dia kembali
dan mengajak Gadis untuk hidup bersamanya untuk selama-lamanya. Gadis tak
menyesal telah menjaga cintanya. Setiap hari dia selalu berusaha memoles
cintanya agar tetap jernih. Cinta Gadis kepada Refan bagaikan besi yang tak
pernah berkarat. Selalu kokoh menopang jiwa Gadis yang mudah rapuh.
“I love you.” Bisik Refan masih memeluk Gadis.
“I love you too.” Kata Gadis memperat pelukannya.
Refan benar-benar tak ingin melepaskan pelukannya, dia
ingin selamanya memeluk Gadis. Pelukan yang berarti ungkapan terima kasih untuk
masa lalu karena Gadis telah membahagiakannya, karena mau menerima dirinya yang
apa adanya. Untuk masa sekarang karena Gadis selalu menjaga rasa cintanya. Dan
untuk masa depan karena Gadis akan hidup bersamanya dalam suka dan duka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar